Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Utak-atik taktik Jokowi untuk memperkuat koalisi Prabowo dan mempertahankan pengaruh usai lengser nanti

Pengamat mengatakan, Jokowi melakukan berbagai manuver untuk mencegah ancaman Hak Angket dan mempertahankan pengaruhnya di pemerintahan berikutnya.

Utak-atik taktik Jokowi untuk memperkuat koalisi Prabowo dan mempertahankan pengaruh usai lengser nanti
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Menteri Pertahanan dan calon presiden Prabowo Subianto, sebelum peresmian Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN) di Jakarta pada 19 Februari 2024. (Foto: BAY ISMOYO / AFP)

SINGAPURA: Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meraih kemenangan telak dalam pemilihan presiden, berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) dari 75 persen sampel suara yang sudah masuk per 23 Februari.

Namun justru Presiden Joko Widodo yang paling sibuk, langsung mengadakan beberapa pertemuan dan melakukan berbagai manuver. Menurut pengamat, langkah-langkah yang diambil Jokowi ini adalah taktik untuk memastikan terjadinya transisi yang mulus di sisa delapan bulan kepemimpinannya - sembari berupaya mempertahankan pengaruh politiknya bahkan setelah dia tidak lagi memimpin.

Para ahli mengatakan, Jokowi melakukan manuver politik untuk memastikan tidak adanya kemandekan di parlemen jika Prabowo berkuasa nanti. Pasalnya, partai-partai koalisi pendukung Prabowo tidak mendapatkan suara mayoritas pada pemilu legislatif.

Tidak perlu waktu lama bagi Jokowi untuk melancarkan strateginya. Pada 18 Februari lalu, dia bertemu dengan Surya Paloh, ketua Partai Nasional Demokrat (Nasdem), untuk makan malam di Istana Negara. Nasdem adalah partai pengusung Anies Baswedan sebagai capres pada pilpres lalu.

Ketika ditanya wartawan, Jokowi mengatakan bahwa itu adalah pertemuan "biasa" dan menyatakan keinginannya untuk menjadi "jembatan".

"Ini baru awal-awal, nanti kalau sudah final kami sampaikan, tapi itu sebetulnya, saya ingin jadi jembatan untuk semua. Urusan politik, itu kan urusan partai-partai," kata presiden berusia 62 tahun yang putranya, Gibran Rakabuming Raka, akan mendampingi Prabowo sebagai wakil presiden.

Prabowo dan Gibran mengklaim kemenangan setelah keluar hasil penghitungan cepat pemilu pada malam hari tanggal 14 Februari 2024. (Foto: REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Nasdem bungkam mengenai isi pertemuan tersebut. Namun Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya, menekankan komitmen Surya Paloh dalam mencegah perpecahan akibat pemilihan presiden.

Tiga hari setelah pertemuan dengan Surya Paloh, Jokowi menunjuk Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), ketua umum Partai Demokrat dan putra mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR). 

AHY menggantikan Hadi Tjahjanto yang ditunjuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Sebelumnya, jabatan Menko Polhukam dipegang oleh Mahfud MD yang mengundurkan diri awal bulan ini karena menjadi cawapres mendampingi capres Ganjar Pranowo.

Dengan perombakan kabinet ini, keluarga Yudhoyono kembali ke dalam pemerintahan setelah satu dekade berada di kubu oposisi.

MENGGAGALKAN RENCANA KOALISI OPOSISI BESAR

Taktik Jokowi dilakukan karena dia khawatir akan digelarnya penyelidikan DPR atau Hak Angket atas tuduhan kecurangan pemilu, ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia Dr Cecep Hidayat.

Hak Angket sebelumnya telah diserukan oleh Ganjar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, Hak Angket harus diusulkan setidaknya oleh 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi partai di parlemen.  

Cecep mengatakan, penyelidikan di DPR bisa berujung pada pemakzulan presiden sehingga akan memicu gejolak politik pada pemerintahan Jokowi dan mengganggu mulusnya transisi kepada Prabowo.

Dr Ujang Komarudin, pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia juga mengatakan bahwa Jokowi tidak akan membiarkan munculnya gejolak yang bisa melemahkan pemerintahan berikutnya.

Cecep menambahkan, Jokowi yang berseteru dengan ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri mencoba melobi Surya Paloh untuk mencegah Nasdem dan PDID membentuk koalisi oposisi pada pemerintahan Prabowo nanti. 

Hendri Satrio, pakar politik dari Universitas Paramadina, mengatakan Jokowi mengadakan pertemuan dengan Surya Paloh agar taipan media itu tidak bertemu Megawati.

Jika tidak, "semuanya bisa berantakan bagi presiden," kata Hendri.  

Menurut laporan media, Megawati berencana untuk bertemu dengan mantan wakil presiden Jusuf Kalla, mentor politik Anies yang juga dekat dengan Surya Paloh.

Ujang menuturkan, Jokowi juga akan mencoba mempertahankan pengaruh politiknya ketika sudah tidak lagi menjabat, entah sebagai pembuat keputusan dengan menjadi bagian dari dewan penasihat presiden, atau berada di dalam partai politik.

"Yang jelas dia tidak akan hilang dari kancah politik. Pertemuannya dengan Surya Paloh menempatkan Jokowi sebagai perantara pembuka jalan bagi Nasdem untuk memasuki koalisi Prabowo, menunjukkan kepentingannya dalam memastikan kelanjutan kebijakannya dan mengamankan warisannya," kata Ujang.

"Jokowi paham betul bahwa mantan presiden yang meninggalkan Istana akan kehilangan pengaruhnya jika dia tidak lagi memegang jabatan politik atau mempertahankan daya tawar politik mereka."

Koalisi Prabowo yang terdiri dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Golkar, Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) diperkirakan hanya mendapatkan 43 persen kursi di parlemen. Pemerintahan berikutnya, kata Ujang, harus mendapatkan suara mayoritas di parlemen untuk memastikan stabilitas politik yang diinginkan Jokowi.

Partai-partai politik di Indonesia biasanya akan melakukan kesepakatan pasca pemilu untuk mendapatkan jabatan atau mempertahankan kekuasaan mereka. 

Misalnya Golkar yang pada 2009 bergabung dengan Partai Demokrat sebagai koalisi pemenang pemilu dan 2014 beralih dukungan ke PDIP. Pada 2019, Prabowo yang memimpin Gerindra mengambil keputusan mengejutkan dengan bergabung dalam kabinet Jokowi setelah kalah pada pilpres. Langkah Prabowo semakin menunjukkan betapa cairnya ideologi partai politik di negara ini.

Ujang mengatakan, Jokowi sadar tantangan apa yang akan dihadapi partai politik jika tidak ada di kubu pemerintahan. "Strategi Jokowi sejalan dengan keinginan Prabowo untuk merangkul seluruh partai politik, termasuk yang kalah, seperti yang dia sampaikan dalam pidato kemenangannya," kata Ujang.

PDIP memang bisa saja menjadi oposisi satu-satunya jika Prabowo menjadi presiden. Namun PDIP yang menguasai kurang dari seperlima kursi parlemen akan kesulitan jika pemerintah berhasil membentuk koalisi super-mayoritas.

Saat ini PDIP memimpin koalisi berisikan 18 partai yang mendapatkan 16,78 persen suara dalam pemilu legislatif berdasarkan perhitungan yang sudah berjalan lebih dari 62 persen.

PDIP pimpinan Megawati Soekarnoputri berpeluang menjadi satu-satunya oposisi ketika Prabowo menjadi presiden nanti. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

TANTANGAN BAGI PRABOWO

Jika pun berhasil membentuk koalisi yang besar, bukan berarti Prabowo tidak akan menghadapi tantangan ke depannya.

Selain harus mengamankan mayoritas kursi parlemen, mantan jenderal Kopassus berusia 72 tahun ini harus mampu mengelola kepentingan yang beragam dari para anggota koalisinya, menyeimbangkan kekuatan partai-partai dan faksi dengan pendekatan "tenda besar", kata Cecep.

"Penunjukkan anggota kabinet pertamanya dan komposisi antara politisi dan teknokrat akan dipantau sebagai ujian dari kemampuannya menangani dinamika yang kompleks ini."

Cecep juga menyoroti kemungkinan adanya "pemerintahan bayangan" dengan Jokowi yang masih akan menggunakan pengaruhnya meski sudah turun.

Campur tangan ini nantinya, kata Cecep, dapat berujung pada perselisihan antara Jokowi dan Prabowo karena perbedaan visi keduanya.

"Apakah hubungan mereka bisa tetap harmonis?" tanya Cecep.

Cecep mencontohkan ketegangan yang saat ini terjadi di Filipina, ketika perseteruan yang pecah antara Presiden Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr dan Wakil Presiden Sara Duterte jadi pemberitaan di seluruh dunia. Marcos membantah adanya perseteruan dengan putri mantan presiden Rodrigo Duterte itu.

Hendri, pengamat dari Universitas Paramadina, meyakini Prabowo akan bisa menegakkan otoritasnya sendiri jika memimpin nanti.  

"Akan sulit bagi Jokowi untuk mempertahankan pengaruhnya terhadap Prabowo. Prabowo memiliki karakter independen yang sangat kuat (dan ingin) membuktikan bahwa dia lebih baik dari pendahulunya," kata Hendri.

"Ia akan memberikan ruang politik kepada Jokowi, namun tidak untuk waktu yang lama."

Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.

Source: CNA/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement