Para ahli menerka bagaimana Prabowo akan memimpin negeri ini, apa artinya bagi demokrasi Indonesia?
Mantan jenderal militer Prabowo Subianto telah mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden. Para pengamat menjelaskan mengapa dia bisa mendominasi perolehan suara dalam quick count dan bagaimana dia akan memimpin Indonesia kelak.

JAKARTA: Di Hari Valentine 14 Februari lalu, ribuan mata di dalam stadion Istora Senayan, Jakarta, tertuju pada seorang pria. Padahal beberapa dekade lalu, tokoh ini sempat menimbulkan pro-kontra di Republik ini
Di penghujung pemungutan suara yang menegangkan, dan setelah menyegarkan diri dengan berenang, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden berdasarkan perolehan suara hasil hitung cepat atau quick count.
Jika benar Prabowo memenangi pilpres, Indonesia akan dipimpin oleh mantan jenderal Kopassus berusia 72 tahun yang sarat catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dia juga dekat dengan lingkaran mendiang diktator Soeharto yang memimpin Indonesia dengan tangan besi selama lebih dari tiga dekade antara 1967 hingga 1998.
Di tengah kegembiraan pendukungnya - dan kesedihan rivalnya - para pengamat menerka bagaimana mantan jenderal dengan catatan masa lalunya yang kelam ini bisa menang suara dalam hitung cepat pilpres. Lebih lanjut, bagaimana Prabowo akan memimpin negeri ini sebagai presiden.
Hasil hitung cepat oleh berbagai lembaga survei independen menunjukkan Prabowo mendapatkan hampir 60 persen suara pada pilpres Rabu lalu, mengalahkan dua rivalnya: mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan (sekitar 25 persen) dan mantan gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (sekitar 16 persen).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya waktu sampai 20 Maret mendatang untuk mengumumkan hasil penghitungan resmi.
Namun para ahli dan aktivis cemas, Prabowo yang jadi presiden akan mengulang kembali kepemimpinan otoriter gaya Soeharto.
"Agenda demokrasi tidak akan menjadi prioritas utamanya," kata Yoes Kenawas, pengamat politik dari Universitas Atma Jaya kepada CNA. "Dibungkamnya suara-suara kritis melalui draconian law diperkirakan akan terus berlanjut."
Istilah Draconian law merujuk pada undang-undang atau peraturan yang bersifat tidak adil, semena-mena, dan menutup pintu kritik, yang dibuat oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaan mereka.
Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, menyampaikan kekhawatiran yang sama.Â
"Saya memprediksi akan ada kebijakan-kebijakan (yang dikeluarkan pemerintahan Prabowo) yang semakin melemahkan demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi," kata dia kepada CNA.
MASA LALU YANG KELAM
Prabowo adalah putra dari Sumitro Djojohadikusumo, ekonom yang dua kali menjabat di kabinet Soeharto sebagai menteri perdagangan dan menteri riset.
Pada 1983, Prabowo yang saat itu berusia 31 tahun menikahi putri Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto yang berusia 24 tahun. Ketika itu, Prabowo telah berpangkat kapten di Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat atau Kopassus.
Soeharto sendiri adalah mantan jenderal yang bertanggung jawab atas pembunuhan ratusan ribu orang yang dicurigai komunis antara 1965 dan 1966. Setelah menikahi putri presiden, Prabowo menjadi anak didik militer Soeharto, kariernya di kemiliteran melejit dan menjadi jenderal termuda di Indonesia pada usia 47 tahun.
Prabowo dianggap sebagai penegak rezim mendiang Soeharto.
Selama berada di Kopassus, Prabowo dituduh mendalangi penculikan dan penghilangan paksa 22 aktivis yang kritis terhadap pemerintahan Soeharto pada 1997-1998. Sebanyak 13 aktivis masih hilang hingga saat ini.

Prabowo dipecat dari kemiliteran pada Agustus 1998 atas perannya dalam penculikan tersebut, namun mantan jenderal ini tidak pernah diadili. Pemecatan Prabowo terjadi beberapa bulan setelah kekuasaan Soeharto berakhir pada Mei tahun itu, menyusul aksi protes mahasiswa di seluruh negeri pada puncak Krisis Keuangan Asia.
Dalam pemilu tahun ini, 52 persen pemilih berusia di bawah 40 tahun. Artinya, mereka belum lahir atau masih terlalu muda untuk mengerti banyak soal pelanggaran HAM yang dituduhkan terhadap Prabowo.
"Catatan HAM Prabowo hanya dibahas oleh rivalnya, aktivis, akademisi dan mereka yang mengenyam pendidikan universitas," kata Burhanuddin Muhtadi, peneliti tamu di Program Studi Indonesia di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, dan direktur eksekutif Indikator Politik kepada CNA.
Studi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Indonesia pada 2022 menunjukkan, hanya 6,41 persen dari 275 juta penduduk Indonesia yang lulus universitas. Studi yang sama juga menyatakan 35 persen penduduk Indonesia atau 95 juta orang tidak pernah menyelesaikan sekolah dasar.
Sudah 27 tahun sejak penculikan aktivis terjadi, namun pemerintahan-pemerintahan sebelumnya tidak mampu atau terkesan enggan menyeret Prabowo ke pengadilan.
Djayadi Hanan, direktur eksekutif Lembaga Survei Indonesia, mengatakan kekebalan hukum yang sepertinya dinikmati Prabowo membuat banyak masyarakat Indonesia jadi menyangsikan tuduhan-tuduhan tersebut.
"Jenderal-jenderal yang mengadili dan memecat Prabowo ada di tim kampanyenya sekarang. Jadi bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, tuduhan terhadap Prabowo hanya politis," kata Djayadi kepada CNA.
MENGUBAH CITRA
Ini adalah kali ketiga Prabowo bersaing untuk menduduki kursi pemimpin di negara perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini.
Pada pemilu 2014 dan 2019, dia menggambarkan diri sebagai sosok militer yang tegas dan kaku, sangat kontras dengan sosok kasual nan merakyat yang dicitrakan oleh lawannya ketika itu, Joko Widodo. Prabowo kalah dalam dua pemilu itu dari Jokowi.
Dalam pemilu kali ini, tim kampanye Prabowo mencitrakan mantan jenderal itu sebagai seorang kakek yang menggemaskan. Penghalusan citra ini juga diwujudkan dalam gambar yang dibuat oleh kecerdasan buatan (AI), menyulap Prabowo jadi tampak jauh lebih muda dan kekanak-kanakan.

Cara berkampanye ini berhasil mengalihkan perhatian masyarakat dari masa lalu Prabowo, kata Hendri Satrio, pakar politik dari Universitas Paramadina, Jakarta.
"Anak-anak muda Indonesia memandang Prabowo seperti kakek mereka. Kakek terkadang bisa jadi orang yang lucu, mereka kadang pemarah. Tak peduli apa yang telah dilakukan sang kakek di saat muda, orang-orang masih akan menyayangi kakek mereka," kata Hendri kepada CNA.
Yoes dari Atma Jaya mengatakan strategi kampanye Prabowo cukup efektif dalam menggalang dukungan dari masyarakat Indonesia yang kian melek media sosial.
"Warga Indonesia tidak suka melihat capres yang menyerang satu sama lain. Mereka senang melihat capres yang sopan. Tim (Prabowo) menyadarinya ini dan merepons setiap serangan dan kritikan dengan mengatakan 'lihat betapa kasar dan tidak pantasnya kritikan itu' dan orang-orang menjadi kasihan kepada Prabowo," kata dia.
Tapi perbedaan terbesar bagi Prabowo pada pilpres 2024 ini adalah dukungan dari presiden petahana, Jokowi. Prabowo bahkan memilih putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk mendampinginya sebagai calon wakil presiden.
Meski Jokowi tidak secara terbuka menyatakan mendukung Prabowo-Gibran, namun pengamat mencermati bahwa dia telah melakukan beberapa hal yang menguntungkan pasangan capres dan cawapres tersebut.
Selama masa kampanye 75 hari, Jokowi di antaranya telah memberikan bantuan kepada petani yang terdampak El Nino sebesar Rp6,8 triliun, meski Indonesia telah memasuki musim penghujan. Selain itu, Jokowi juga menaikkan gaji pegawai negeri sebesar 8 persen.
"Bagi petahana, memerintah sama dengan berkampanye," kata Djayadi dari Lembaga Survei Indonesia.

Prabowo-Gibran telah berjanji akan melanjutkan berbagai program bantuan sosial dan infrastruktur pemerintahan saat ini, dua hal yang membuat Jokowi menikmati tingkat popularitas tinggi sekitar 80 persen selama 10 tahun masa kepemimpinannya sebagai presiden ketujuh Indonesia.
Namun Julia Lau, peneliti senior dan koordinator pada Program Studi Indonesia di ISEAS-Yusof Ishak Institute mengaku tidak yakin apakah Prabowo akan tetap pada sikapnya itu dan melanjutkan kebijakan Jokowi. Pasalnya kata Julia, Prabowo terkadang "tidak dapat diprediksi".
"Jadi saya tidak berani mengatakan Prabowo akan melakukannya. Tapi saya kira, pada awalnya dia jelas akan mengikuti banyak hal yang telah dilakukan Jokowi," kata Julia pada program Asia First CNA Kamis lalu.
Kelanjutan program-program Jokowi akan memberikan stabilitas bagi pemerintahan presiden berikutnya.
Menurut pakar Asia Tenggara dari United States Institute of Peace (USIP), Brian Harding, Prabowo masih akan melanjutkan upaya Indonesia dalam mempertahankan posisinya sebagai negara perekonomian terbesar di kawasan.
"Prabowo akan melanjutkan fokus Jokowi pada diplomasi ekonomi, dan juga akan meningkatkan peran Indonesia di kancah global," kata Harding dalam sebuah artikel di Japan Times.

CHECK AND BALANCE
Semua perhatian kini tertuju pada Prabowo sebagai calon presiden potensial, bagaimana dia bisa sampai ke titik ini dan apa arti kepemimpinannya nanti bagi Indonesia.
Bagi pendukung Jokowi, kepemimpinan Prabowo berarti adanya kelanjutan bagi program dan kebijakan pemerintahan saat ini. Namun bagi aktivis pro-demokrasi dan akademisi, kemenangan Prabowo adalah sinyal akan kurangnya pendidikan politik di negeri ini.
"Pendidikan politik yang dilakukan pemerintah dan partai politik hanya terbatas untuk membuat masyarakat sadar akan pentingnya memilih dalam pemilu. Seharusnya lebih dari itu," kata Khoirunnisa Nur Agustyati, direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) kepada CNA.
Dia menambahkan, kemenangan Prabowo juga menandakan kebangkitan dinasti politik Jokowi. Menurut Khoirunnisa, pemilih harus diedukasi soal bagaimana seharusnya proses pemilu dilakukan agar mereka dapat mendeteksi adanya kecurangan atau pelanggaran etika.
Namun, edukasi itu baru akan menunjukkan hasil pada pemilu berikutnya tahun 2029.

Untuk menjaga 'check and balances' terhadap pemerintahan Prabowo nantinya, maka diperlukan oposisi yang efektif di parlemen, kata para pengamat.
Wasisto Raharjo Jati, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mencatat bahwa para rival Prabowo didukung oleh partai-partai politik terbesar di Indonesia.
Ganjar diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang memimpin hitung cepat pemilu legislatif versi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dengan mendapatkan 16,6 persen suara.
Sementara itu, Anies didukung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menurut hitung cepat CSIS masing-masing memperoleh 10,6 persen, 9,4 persen, dan 8,1 persen.
Wasisto mengatakan, keempat partai di atas harus mengenyampingkan perbedaan mereka dan bersatu meski mendukung capres yang berbeda.
"Ini diperlukan untuk mendapatkan koalisi (partai oposisi) yang solid".
Laporan tambahan oleh Aqil Haziq Mahmud dan Rizki Siregar