Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Menakar langkah koalisi Prabowo jika PDIP mendominasi parlemen

Dalam pemilu, sebanyak 9.900 calon anggota legislatif memperebutkan 580 kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.

Menakar langkah koalisi Prabowo jika PDIP mendominasi parlemen
Calon presiden Prabowo Subianto (kanan) berjoget di samping calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka saat keduanya mengklaim kemenangan setelah penghitungan suara tidak resmi di Jakarta, 14 Februari 2024. (Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon)

JAKARTA: Klaim kemenangan Prabowo Subianto dari Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo dalam pemilihan presiden bukanlah akhir dari perjalanan pemilu Indonesia. Masih ada persaingan ketat dalam perebutan suara dalam pemilihan legislatif.

Exit poll menunjukkan partai berkuasa saat ini - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) - unggul dibanding partai-partai politik lainnya.

Dalam penghitungan dari 85 persen sampel suara oleh lembaga survei ternama seperti Indikator Politik Indonesia dan Lembaga Survey Indonesia, PDIP yang merupakan partai pengusung Ganjar mendapatkan 17 persen suara.

Partai tertua Indonesia, Golkar, dan partai Prabowo, Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) berada di posisi kedua dan ketiga dengan masing-masing 15 dan 13 persen suara, berdasarkan penghitungan Indikator Politik Indonesia.

Dalam perbincangan dengan CNA, para pengamat mengatakan bahwa parlemen yang dikuasai PDIP akan menjadi masalah buat Prabowo. Tanpa mengamankan mayoritas dukungan di parlemen, Prabowo sulit untuk bisa memimpin pemerintahan dengan efektif.

"Jika Prabowo menjadi presiden berikutnya, tapi PDIP menguasai parlemen, pemerintah tidak akan bisa memimpin dengan efektif," kata Wasisto Raharjo, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung Prabowo perlu memperluas koalisi untuk mengamankan suara mayoritas anggota dewan demi menghindari kemandekan jika PDIP berkuasa di parlemen, kata para pengamat.

Dalam pemilu Rabu lalu, sekitar 9.900 calon anggota legislatif bersaing memperebutkan 580 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.

Mengingat banyaknya jumlah pemilih - 250 juta orang di seluruh Indonesia - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengatakan hasil resmi penghitungan suara diperkirakan akan dirilis paling lambat pada 20 Maret mendatang.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan keluarganya memberikan suara mereka di TPS Kebagusan di Jakarta, 14 Februari 2024. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

PERLUNYA MEMBENTUK KOALISI

Partai-partai pendukung Prabowo dan calon wakil presidennya, Gibran Rakabuming Raka, yang tergabung dalam KIM masih akan terus bersama di parlemen dan membentuk kubu, ujar Wasisto.

Beberapa partai yang tergabung dalam KIM adalah Gerindra, Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. Berdasarkan hasil hitung cepat sejauh ini, keempat partai ini memperoleh sekitar 42 persen suara.

Wasisto mengatakan, Gerindra dan koalisinya perlu menggaet partai lain untuk bergabung dengan KIM agar kubu mereka solid.

Namun Wasisto memperingatkan, KIM harus melakukannya segera sebelum didahului PDIP yang juga akan mengincar partai-partai lain untuk bergabung dengan koalisi mereka, di antaranya adalah Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Jika PDIP berhasil menggaet ketiga partai tersebut, maka mereka akan memiliki kekuatan terbesar di parlemen.

Nasdem, PKB dan PKS adalah pendukung Anies dan cawapresnya, Muhaimin Iskandar, dalam pemilihan presiden.

Calon presiden Indonesia Anies Baswedan mengangkat jarinya yang bertinta setelah memberikan suaranya di Jakarta Selatan pada 14 Februari 2024. (Foto: CNA/Leo Galuh)

Jika PDIP, Nasdem, PKB, dan PKS bergabung dan membentuk koalisi, mereka akan memiliki sekitar 46 persen suara berdasarkan penghitungan sampel suara sejauh ini.

Jika ini terjadi, maka koalisi oposisi yang menguasai parlemen dapat menghambat implementasi kebijakan dan perencanaan anggaran pemerintah.

"(Pemerintahannya) tidak akan lancar," kata Wasisto, menambahkan bahwa akan ada banyak lobi-lobi setiap kali pemerintah ingin meloloskan rancangan undang-undang.

Wasisto juga meyakini bahwa kabinet Prabowo nantinya akan lebih banyak terdiri dari para politisi ketimbang teknokrat. Pasalnya, kata dia, Prabowo membutuhkan orang-orang yang jago melobi.

"Karena mereka yang jago negosiasi dan lobi hanya politisi. Bukan teknokrat atau birokrat.

"Jadi akan ada banyak politisi senior (di kabinet) yang berpengalaman dalam bernegosiasi dan mengatasi perbedaan," ujar dia.

Selama masa kampanye jelang pemilu 14 Februari lalu, Prabowo disokong oleh tokoh-tokoh berpengaruh yang saat ini tergabung dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo - ayah Gibran.

Di antaranya adalah ketua umum Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Perdagangan yang juga ketua umum PAN, Zulkifli Hasan.

Wasisto menilai, nama-nama tersebut di atas kemungkinan besar masih akan menjadi menteri di kabinet Prabowo.

MENGGAET PDIP

Skenario lainnya, Gerindra akan meminta PDIP untuk bergabung dengan koalisi mereka. Hal ini disampaikan oleh Nicky Fahrizal, pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS).

Nicky mengatakan, Prabowo akan memiliki gaya kepemimpinan yang sama seperti Jokowi, yakni mencoba merangkul semua partai yang membuatnya mendapat dukungan lebih dari 80 persen suara parlemen di akhir periode kedua kepemimpinan.

Tapi mengingat PDIP mendukung Ganjar dalam pemilihan presiden, Nicky menduga PDIP akan menjadi oposisi di parlemen.

"Dari sudut pandang saya, berdasarkan situasi politik saat ini, tampaknya PDIP akan berada di kubu oposisi.

"Dan sebagai oposisi, PDIP memiliki sejarah yang sangat kuat di parlemen," ujarnya, seraya menambahkan bahwa jika PDIP berhasil menemukan partai lain untuk berkoalisi maka mereka akan menjadi kekuatan "check and balance" yang ampuh.

PDIP sebelumnya pada 2004 hingga 2014 merupakan partai oposisi setelah kalah dalam dua pemilu dengan berada di posisi kedua dan ketiga.

Calon presiden Indonesia Ganjar Pranowo di Jakarta pada 14 Februari 2024. (Foto: CNA/Kiki Siregar)

TRANSAKSI POLITIK

Nicky juga menjelaskan adanya skenario lain jika memang Prabowo menjadi presiden. Prabowo, kata dia, bisa jadi akan menawarkan posisi menteri di kabinetnya kepada partai di luar koalisinya, dan ini lazim terjadi di Indonesia.

Menurut dosen ilmu politik di Universitas Indonesia, Aditya Perdana, skenario ini mungkin muncul karena partai-partai politik tidak melihat adanya keuntungan dengan berada di kubu oposisi.

Meski partai-partai tersebut mungkin menyuarakan hal dan ideologi berbeda, namun mereka akan lebih memilih untuk bergabung dengan Prabowo dan koalisinya. Menurut Aditya, hal ini bisa terjadi mengingat koalisi partai-partai di Indonesia cenderung tidak terbentuk berdasarkan ideologi melainkan keuntungan.

"Akan lebih menjanjikan dan menguntungkan bagi partai untuk bergabung dengan pemerintahan ketimbang di kubu oposisi.

"Hal ini akan semakin memudahkan mereka untuk mempertahankan konstituen dan pendukung jika berada di kubu penguasa. Jadi ini akan menjadi pragmatis saja," kata Aditya. 

Dia juga menyoroti bahwa Indonesia akan menggelar pemilihan lokal pada November mendatang untuk menentukan gubernur dan kepala daerah. Hal inilah yang akan menjadi pertimbangan bagi partai politik dalam menentukan langkah mereka selanjutnya.

Anggota parlemen terpilih akan dilantik pada 1 Oktober mendatang, sementara presiden dan wakil presiden akan diambil sumpahnya pada 20 Oktober.

"Dalam perpolitikan Indonesia, semua hal bisa terjadi. Karena di negara ini, semua orang mencoba mengakomodasi kebutuhan orang lain.

"Mereka tidak terlalu ideologis," kata Aditya. 

Source: CNA/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement