Pesona penuh bahaya dalam liburan berbalut adrenalin
Wisata petualangan makin digemari. CNA mengungkap alasan mengapa sebagian orang memilih jenis liburan penuh risiko ini.

- Secara global, industri wisata petualangan tengah naik daun, dan beberapa operator di Singapura dengan spesialisasi ini melihat peningkatan pelanggan lebih dari 50 persen.
- Menurut para ahli, meski sadar akan bahayanya, pelaku aktivitas menantang biasanya yakin mampu mengelola risikonya.
SINGAPURA: Tergelincir di bebatuan, lecet-lecet dan memar ringan, serta tersesat. Itulah pengalaman Paul Chow, 24 tahun, bersama temannya saat mendaki gunung tanpa nama resmi di Manali, India.
Medan terlihat mudah pada awalnya. Namun, kian lama batuan kian sulit dijejak, jadikan pendakian kian menantang bagi keduanya.
"Kami lihat medannya agak mulai terlalu berat. Jadi, kami sadar, oke, ini sudah di luar batas kemampuan kami dan kami putuskan lebih baik putar balik," ujar Paul, mahasiswa akuntansi tahun terakhir di National University of Singapore (NUS).
Namun, setelah putar balik, Paul dan temannya justru tersesat, keluar dari jalur pendakian awal. "Kami jadi rada cemas karena cuma ada kami, tidak ada pendaki lain di sekitar," katanya.
Mengisahkan ulang insiden tersebut, Paul mengatakan ia dan temannya memerhatikan berbagai tetenger alam untuk memastikan mereka tetap pada jalur yang benar dan menuju arah yang tepat. Pengetahuan ini mereka peroleh dari klub mendaki gunung yang mereka ikuti di NUS.
Mereka juga membawa kompas dan peta topografi kawasan tersebut untuk navigasi.


Paul telah mendaki gunung selama sekitar dua tahun sejak bergabung dengan klub di kampusnya. Sudah empat kali dia ke luar negeri untuk mendaki gunung, dua di antaranya bepergian solo. Selain ke Friendship Peak di Manali, ia juga pernah ke Mont Blanc di Eropa.
Paul mengingat bagaimana dia sudah menyesuaikan diri dengan baik di awal trek Friendship Peak. Sepekan sebelumnya, ia mengalami mual, dehidrasi, dan muntah-muntah – gejala-gejala ringan penyakit ketinggian – saat mendaki Baden-Powell Scouts Peak di Nepal dengan klubnya.
"Saya lumayan ketakutan, tapi justru lebih kesal kalau saya harus berhenti. Saya khawatir harus membatalkan semuanya padahal saya sudah berlatih begitu lama," kata Paul. Ternyata ia hanya butuh istirahat satu malam sebelum berbagai gejala itu hilang.
Namun, penyakit ketinggian sebenarnya bisa fatal. Agustus lalu, seorang pria Singapura meninggal dunia karena komplikasi kesehatan akibat penyakit ketinggian saat mendaki Gunung Kilimanjaro di Tanzania.
Pada bulan Mei, satu pendaki Singapura lain hilang setelah mencapai puncak Gunung Everest. Menurut istrinya, ia mengalami edema serebral dataran tinggi (HACE) dan "tidak sanggup turun".
Bicara soal petualangan menantang, risikonya tentu besar. Lantas apa yang membuat sebagian orang justru ketagihan? CNA menyelidiki alasan di balik meningkatnya minat terhadap wisata petualangan.
PENCAPAIAN, KEBANGGAAN, KEPUASAN
Bagi Paul, mendaki gunung hadirkan kepuasan dari apa yang tercapai, serta dari pengerahan kemampuan diri.Â
"Saya kira jelas ada unsur petualangan dan unsur adrenalin yang tidak didapat dari aktivitas wisata biasa," ujar mahasiswa NUS tersebut.
Jenuh akibat rutinitas hidup bisa jadi alasan mengapa orang ingin bertualang, ungkap seorang pakar kepada CNA.
"Yang menyenangkan dari kegiatan petualangan semacam itu adalah sifatnya yang tidak membosankan. Sifatnya kan exciting sekali,” ujar Zhang Kuangjie, seorang lektor kepala dan dosen ilmu pemasaran pada fakultas bisnis di Nanyang Technological University.
Dia menambahkan, ambang batas stimulasi seseorang bisa terus meningkat, dan begitu mereka menyelami aktivitas yang memicu adrenalin, mereka akan terus berupaya untuk memperoleh sensasi lebih.Â
Kuangjie telah melakukan penelitian tentang perilaku konsumen dan psikologi, dan menurutnya kegiatan petualangan menantang seolah memberi para pelakunya "hak untuk pamer". Ia juga melihat kesamaan antara aktivitas berisiko dengan menonton film horor atau memasuki rumah hantu.
"Anda menghadapi sesuatu dengan potensi menakutkan atau berisiko, tetapi Anda berhasil melakukannya. Dalam prosesnya ada gairah dan stimulasi," jelasnya.
Â
Dr. Joel Yang, seorang psikolog klinis utama dari badan konsultansi psikologi Mind what Matters, mengatakan bahwa orang-orang "tertarik pada unsur bahaya" yang tampak dalam berbagai perilaku penuh risiko di media sosial.
Joel menambahkan, berpartisipasi dalam kegiatan berisiko memberi seseorang rasa tangguh serta keberanian, dan secara psikologis itu memuaskan.
“SAYA BISA ATASI RISIKONYA”
Adrenalin junkies – para “pencandu” adrenalin – kadang butuh kegiatan penuh risiko jenis baru atau yang lebih menantang untuk bisa merasakan gairah dan kepuasan yang sama, ujar Joel.
"(Penelitian) menunjukkan bahwa seiring waktu, 'pencandu adrenalin' bisa salah perhitungan atau meremehkan akibat dari aktivitas berisiko," tambahnya.
Di sisi lain, Kuangjie menjelaskan bahwa para penggemar aktivitas penuh risiko sebenarnya sadar akan potensi bahayanya.
"Mereka yang benar-benar menekuni aktivitas semacam itu sebenarnya punya rasa percaya diri, dan menurut mereka meski ada potensi risiko, 'Saya bisa atasi risikonya. Kayaknya saya tidak bakal terjerumus ke dalam bahaya semacam itu’,” tambahnya.
WISATA PETUALANGAN NAIK DAUN
Menurut laporan dari Future Market Insights, organisasi riset pasar yang berkantor pusat di Amerika Serikat, wisata petualangan pada 2022 secara global bernilai US$292 miliar.
Di Singapura pun banyak operator tur lokal dengan spesialisasi perjalanan petualangan yang melihat peningkatan jumlah pelanggan di beberapa tahun terakhir.
Menurut Joanne Soo, pendiri dan direktur perusahaan petualangan outdoor Ace Adventure Expeditions, jumlah klien mereka yang berpartisipasi dalam aktivitas petualangan meningkat lebih dari 50 persen.
Perusahaan ini mulai mengorganisir pendakian gunung pada tahun 2000, lantas menjadi agen perjalanan pada 2013. Untuk kegiatan trekking hingga naik gunung, tujuan favorit pelanggan mereka antara lain Nepal, Taiwan, dan Mongolia.
Ace Adventure Expeditions melayani lebih dari 100 orang per tahun untuk trip semacam ini, dan menurut Joanne ada sekelompok pelanggan tetap. Usia peminat bervariasi, mulai dari 30-an hingga 60-an, meski para pendaki yang lebih muda terus bertambah, imbuh Joanne.
Platform petualangan outdoor SGTREK juga mengamati adanya peningkatan jumlah peserta trekking luar negeri sebesar 25 hingga 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdiri sejak tahun 2013, SGTREK mengorganisir trip haiking dan trekking serta ekspedisi pendakian gunung.
Menurut direkturnya, Vijay Kumar, saat ini Gunung Kinabalu di Malaysia, trek Kamp Pangkalan Everest di Nepal, trek Danau-danau Besar Kashmir di India, Gunung Rinjani dan Gunung Bromo di Indonesia paling diminati para klien.

Menurut Vijay, sebagian pelanggan memilih trek Kamp Pangkalan Everest demi pencapaian pribadi, bukan karena sangat ingin ke sana, sementara trek di wilayah Kashmir diincar oleh para pemburu kawasan perawan.
Dia menambahkan, tahun lalu SGTREK memiliki sekitar 980 klien, dan 90 persen di antaranya mendaftar untuk trip trekking luar negeri.
Menurut Lik Wong, salah satu pendiri X-Trekkers Adventure Consultant, meningkatnya animo masyarakat terhadap perjalanan petualangan mencerminkan minat yang lebih besar untuk mengeksplorasi berbagai tujuan unik serta kegiatan menantang.
Tur-tur petualangan menawarkan jeda dari rutinitas, kesempatan untuk menguji diri, serta keterhubungan dengan alam, ujar Lik.
“Para petualang sering kali mendambakan pengembangan diri, pencapaian, serta kenangan-kenangan tak terlupakan dengan cara mendorong batas-batas diri di latar-latar penuh inspirasi,” tambahnya.
MENGIMBANGI PENINGKATAN MINAT
Menurut beberapa pakar pariwisata, meningkatnya minat terhadap wisata petualangan dapat dikaitkan dengan pandemi COVID-19.
Pandemi mengurung banyak orang di rumah terlalu lama – kondisi yang diistilahkan dengan cabin fever, ujar Lau Kong Cheen, seorang lektor kepala di Singapore University of Social Sciences (SUSS).
“Orang-orang merindukan rasa bebas yang diinginkan sebagian besar dari kita. Hal tersebut memicu keinginan terdalam untuk kembali menjelajah dan memaknai,” jelas Kong Cheen yang ikut berperan dalam program pemasaran SUSS.
Dia menambahkan, kemampuan untuk melakukan perjalanan bertema petualangan hadirkan rasa "berlepas diri dari kehidupan sedenter dengan cara yang lebih ekstrem".
Dr. Michael Chiam, dosen senior ilmu pariwisata di Ngee Ann Polytechnic, juga menyebutkan bahwa banyak orang menjajal berbagai olahraga selama pandemi, ketika ruang gerak begitu dibatasi.
Ditambahkannya, sebagian dari mereka lantas mendalami olahraga tersebut dan ingin mengembangkan diri, mencari tantangan lewat trip-trip penuh petualangan.
Menurut Benjamin Cassim dari Temasek Polytechnic, naiknya permintaan akan wisata petualangan saat ini merupakan bagian dari peningkatan minat wisata secara umum pascapandemi 2020 dan 2021.
Bagaimana industri pariwisata dapat mengimbangi peningkatan tersebut? Menurut Kong Cheen dari SUSS, agen perjalanan perlu merekrut dan melatih staf yang dapat memimpin tur-tur petualangan.
Mereka bukan saja harus lebih bugar secara fisik, tetapi juga harus paham risiko dan dapat memastikan keselamatan oang-orang yang mereka dampingi, kata Kong Cheen.
Dia menambahkan, agen perjalanan harus paham betul langkah-langkah keselamatan demi menghindari cedera yang tentu akan berdampak "buruk bagi reputasi mereka".
Di sisi lain, Benjamin merujuk kepada statistik yang menunjukkan bahwa pada tahun 2021, lebih dari 60 persen pangsa pendapatan dari wisata petualangan berasal dari pemesanan langsung.
“Artinya makin banyak wisatawan petualangan yang memesan tur dan kegiatan lewat channel langsung. Ini terkait langsung dengan keinginan akan pengalaman dan kenyamanan personal,” papar Benjamin.
Oleh karena itu, imbuhnya, agen perjalanan perlu menanggapi peningkatan permintaan dengan menyediakan sistem pemesanan dan konfirmasi yang efisien untuk penerbangan dan hotel.

OPERATOR TUR DAN PROTOKOL KESELAMATAN
Ketiga operator tur mengatakan kepada CNA bahwa mereka memiliki protokol keselamatan untuk meminimalkan risiko selama kegiatan petualangan, misalnya pengarahan dan pelatihan pra-perjalanan.
Menurut Joanne Soo dari Ace Adventure Expeditions, pelanggan disarankan mengikuti pelatihan khusus agar siap menghadapi perjalanan dan pendakian. Salah satunya berupa latihan membawa ransel berat sembari naik turun bukit atau tangga vertikal.
Di SGTREK, ada tim yang menilai tingkat kebugaran sebagian peserta dan memberi saran terkait pelatihan yang diperlukan untuk tiap trek, ujar direktur Vijay Kumar.
Tim ini mengadakan pelatihan gratis secara berkala bagi semua peserta yang telah mendaftar untuk trip-trip petualangan mendatang, jelas Vijay.
Selama sesi pengarahan pra-perjalanan, peserta juga dibekali info tentang perlengkapan yang dibutuhkan, trek yang nantinya dihadapi, dan pelatihan yang diperlukan.
“Selama perjalanan, kami memantau kondisi fisik dan kesehatan semua orang setiap hari, dan juga memberi gambaran tentang langkah selanjutnya. Jika ada yang benar-benar sakit, kami evakuasi dulu supaya aman,” ujar Vijay.
Menurut X-Trekkers Adventure Consultant dan Ace Adventure Expeditions, mereka juga memantau kondisi cuaca secara cermat.
Lik Wong dari X-Trekkers menyoroti pentingnya komunikasi yang baik antara klien dan pemandu berpengalaman, serta asesment kesehatan peserta secara konstan, demi terciptanya “petualangan yang aman dan menyenangkan” bagi pelanggan.
Dia menambahkan, para pemandu sudah terlatih untuk melakukan pertolongan pertama di belantara dan “sangat akrab” dengan medan. Lik pun mengaku memiliki pengalaman trekking di dataran tinggi serta mampu mengenali aneka gejala penyakit ketinggian akut.
Menurut Lik, apabila klien mengalami kecelakaan dalam perjalanan, X-Trekkers memiliki “rencana tanggap darurat yang komprehensif”.
“Para pemandu kami dilatih untuk segera memberikan bantuan medis dan menginisiasi prosedur evakuasi jika diperlukan. Kami menjaga komunikasi dengan otoritas setempat dan punya akses ke fasilitas medis,” katanya.
Vijay dari SGTREK mengatakan mereka juga memiliki protokol standar untuk keadaan darurat di semua trek, dan para pemandu lokal maupun pemimpin trek mereka berpengalaman menangani situasi-situasi sejenis.
Sementara itu, menurut Joanne, Ace Adventure Expeditions memastikan klien membeli asuransi perjalanan yang mencakup kegiatan trekking.
Untuk pendakian gunung, klien disarankan membeli paket asuransi khusus yang ditawarkan oleh agen-agen dengan spesialisasi penyelamatan dan evakuasi darurat, jelas Joanne. Ia menambahkan, hal tersebut akan membantu klien terlindungi dari “kerugian finansial berat”.

ASURANSI UNTUK AKTIVITAS MENANTANG
Para pakar pariwisata yang diwawancarai CNA juga menyoroti pentingnya asuransi perjalanan untuk berbagai aktivitas petualangan.
Kong Cheen dari SUSS mengemukakan, agen-agen perjalanan harus mengetahui sesuai atau tidaknya cakupan asuransi yang dibutuhkan klien mereka sebelum melakukan perjalanan petualangan ekstrem.
Saat ini, beberapa perusahaan asuransi menawarkan pertanggungan untuk berbagai aktivitas petualangan dalam paket asuransi perjalanan mereka, kata Kong Cheen. Ia menyebutkan DirectAsia Insurance sebagai contoh.
DirectAsia Insurance menawarkan pertanggungan tambahan untuk berbagai olahraga dan aktivitas ekstrem sebagai manfaat opsional yang hanya tersedia dalam polis tahunan.
Pihak yang telah memilih dan membayar pertanggungan tambahan akan dilindungi sesuai batas-batas yang tercantum dalam polis asuransi perjalanan untuk berbagai aktivitas olahraga musim dingin, air, udara, dan darat.
Dalam polis tersebut, ketinggian maksimum untuk setiap olahraga atau aktivitas ekstrem yang ditanggung adalah 4.000mdpl. Menurut DirectAsia Insurance, insiden atau cedera yang terjadi di atas ketinggian maksimum ini tidak ditanggung.
CEO FWD Singapura, Adrian Vincent, mengatakan bahwa secara garis besar perusahaannya memberikan pertanggungan untuk berbagai aktivitas rekreasi, termasuk dukungan bagi pelanggan untuk aktivitas-aktivitas umum yang dianggap lebih berisiko.
“Untuk aktivitas lebih berbahaya, seperti terjun payung yang dioperasikan oleh perusahaan berlisensi, salah satu pertimbangannya terletak pada faktor mitigasi risiko, jadi kami lihat apakah aktivitas ini dioperasikan dengan tindakan-tindakan pengamanan yang sesuai,” kata Adrian.
Ia mengemukakan, asuransi perjalanan FWD mencakup aktivitas rekreasi umum yang ditawarkan oleh operator berlisensi berikut beberapa “olahraga ekstrem tertentu”.
Termasuk di antaranya adalah paralayang, selam skuba, pendakian gunung, panjat tebing, terjun payung, dan seluncur salju. Pihak tertanggung pun harus memenuhi syarat tertentu, misalnya bukan sedang berlatih sebagai profesional, dan haiking atau trekking dilakukan tidak lebih tinggi dari 3.000mdpl.
Dengan demikian, perusahaan tidak menanggung wisatawan yang hendak mendaki Gunung Everest, pungkas Adrian.

Menurut juru bicara General Insurance Association of Singapore (GIA), wisatawan "sangat dianjurkan" untuk memahami semua syarat dan ketentuan polis, berikut berbagai pengecualian serta manfaat asuransi perjalanan yang hendak mereka beli.
“Terutama untuk aktivitas berisiko tinggi yang mungkin tidak termasuk dalam polis asuransi perjalanan dasar. Tergantung pihak asuransinya, mungkin ada tanggungan tambahan yang perlu dibeli untuk aktivitas-aktivitas itu,” jelas juru bicara tadi.
Ia menambahkan, wisatawan yang ingin berpartisipasi dalam aktivitas berisiko tinggi sebaiknya meninjau polis mereka untuk memastikan bahwa aktivitas tersebut tercakup untuk perihal biaya medis, kematian akibat kecelakaan, dan cacat permanen.
Selain itu, disarankan untuk memiliki polis yang mencakup tanggung jawab pribadi terkait aktivitas berisiko tinggi, melindungi terhadap potensi biaya akibat cedera atau kerusakan yang ditimbulkan pada orang lain, yang dapat terakumulasi dalam jumlah besar, imbuhnya lagi.
Siapa pun yang membutuhkan lebih banyak pertanggungan juga dapat membeli asuransi kecelakaan diri untuk melengkapi manfaat asuransi perjalanannya.
Chen Renbao dari NUS mengatakan bahwa permintaan akan asuransi yang mencakup berbagai aktivitas petualangan akan meningkat seiring kian tingginya minat akan aktivitas dalam kategori ini.
Renbao bahkan menyarankan agar perusahaan-perusahaan asuransi membuat polis perjalanan khusus demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
“SUDAH JADI GAYA HIDUP”
Bagi mahasiswa NUS Paul Chow, pendakian gunung kerap hadirkan campur aduk emosi. Ada gairah, ada pula kecemasan akan bahaya dan risikonya.
"Ini jelas soal cara mengelola risiko dan tantangan. Saya kira pendaki mana pun paham risikonya, dan mereka memutuskan untuk ambil risiko itu," ujarnya.
Lelaki 24 tahun ini kini tengah merencanakan perjalanan ke Nepal tahun depan. Ia dan seorang rekan satu tim ingin menaiki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya.
"Gunungnya belum pernah didaki itu juga jadi bagian dari petualangannya. Saya rasa untuk banyak olahraga petualangan, risiko adalah bagian besar dari ekspedisi ... dan ini cuma soal cara kelola."
Kini menjejak tahun terakhirnya di NUS, Paul berencana untuk terus mendaki setelah bekerja nanti.
"Saya rasa ini sudah jadi semacam gaya hidup, dan saya melihatnya sebagai sesuatu yang akan saya lakukan untuk jangka panjang."
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.Â