Pasokan pupuk kimia tidak cukup, para petani Indonesia akhirnya beralih ke pupuk kandang
Produsen pupuk terbesar di Indonesia, Pupuk Kalimantan Timur, menghasilkan hampir 6,5 juta ton pupuk per tahun tapi hanya setengahnya yang dijual di pasar domestik.

BONTANG: Walau tengah mengalami kekurangan pupuk, namun pemerintah Indonesia mengatakan tidak akan mengurangi ekspor atau mengalihkan produksinya demi memenuhi permintaan dalam negeri.
Sebagai gantinya, pemerintah mendorong petani untuk menggunakan pupuk alami dari kotoran hewan atau pupuk kandang.
Para petani bergantung pada pupuk untuk memberikan nutrisi yang seimbang pada tanah, sehingga kualitas produksi mereka tetap terjaga.
Â
Produsen terbesar pupuk urea di Indonesia, Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), mengatakan mereka tidak akan mengurangi ekspor dengan alasan memiliki tanggung jawab moral dalam memastikan keamanan pangan di wilayah Asia Tenggara yang lebih luas.
KEAMANAN PANGAN DI KAWASAN
Pupuk Kaltim menghasilkan hampir 6,5 juta ton pupuk setiap tahunnya, dan setengahnya diperuntukkan bagi pasar ekspor.
Untuk pasar domestik, Pupuk Kaltim menghasilkan 3,5 juta ton per tahun dan mengimpor 6,5 juta ton. Tapi jumlah total ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk tahunan dalam negeri sebesar 13 juta ton.
Kepada CNA, Presiden Pupuk Kaltim Rahmad Pribadi mengatakan: "Menjaga ketahanan pangan di Indonesia berarti juga harus menjaga ketahanan pangan di regional. Kita tidak lagi melihat ketahanan pangan milik domestik saja, kita punya tanggung jawab moral untuk menjaga ketahanan pangan di regional."
Apalagi, lanjut Rahmad, Pupuk Kaltim adalah produsen pupuk urea terbesar di Asia Tenggara.

Pupuk urea diproduksi dengan mencampurkan amonia dan karbondioksida dalam ruang bersuhu sekitar 200 derajat Celcius.
Campuran itu kemudian diuapkan, dan endapan kristal-kristal itu kemudian dicairkan untuk menghasilkan urea dalam bentuk prill dan granul.Â
Kompleks Pupuk Kaltim di Bontang, Kalimantan Timur, merupakan fasilitas produksi pupuk terbesar di Indonesia, terdiri dari 13 pabrik yang tersebar di wilayah seluas 400 hektare yang menghasilkan pupuk non-organik seperti urea.
PUPUK PENGGANTI YANG ALAMI
Untuk mengaplikasikan pupuk di lahan mereka, para petani pertama-tama menggemburkan tanah dengan mesin aerator guna melancarkan aliran udara, air, dan nutrisi penting lainnya.
Sekarang mereka mencoba untuk mengurangi ketergantungan kepada pupuk kimia, dan mulai memproduksi pupuk organik sendiri dari kotoran hewan.
Waryana, petani dari kota Indramayu di Jawa Barat, kepada CNA menjelaskan banyaknya manfaat penggunaan pupuk organik.

"Ada banyak limbah (kotoran hewan) di sini, jadi saya tertarik untuk mencoba dan mengubah mindset petani yang terus menggunakan pupuk kimia," kata dia.
"Kalau saya menggunakan pupuk organik, materialnya di sini banyak, jadi biaya bisa ditekan."
Pemerintah juga mengeluarkan subsidi untuk mendorong para petani menggunakan pupuk organik.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan: "Dari hasil berbagai riset yang ada, 2 persen dari 7 juta hektare tanah kita sudah mengalami degradasi kualitas, terutama di Jawa.
"Oleh karena itu, untuk menyuburkan kembali, salah satunya melalui pupuk organik, yang mau atau tidak, harus kita gunakan."
Namun, para ahli kepada CNA mengatakan bahwa transisi dari pupuk non-organik ke organik memiliki beberapa tantangan.
Ayib Said Abdullah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), mengatakan: "Jika ada transisi dari pupuk kimia ke organik, lalu bagaimana dengan transisi ekonomis dari industri pupuk (kimia)? Bisakah bertransformasi tanpa kehilangan pendapatannya?
"Ini adalah pilihan logis yang harus diambil kalau kita betul-betul mau menjadi negara yang berdaulat pangan."
Para pemain di industri pupuk dan petani akan terus bekerja sama seiring permintaan akan pupuk - baik kimia maupun organik - yang diperkirakan akan terus tinggi di masa mendatang.
Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.Â
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini soal kupu-kupu langka asal Indonesia yang kian terancam karena menjadi buruan kolektor dunia.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.