Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Pemilu 2024: Pemilih muda ingin presiden yang tak sekadar umbar janji dan populer di medsos

Mayoritas pemilih di Indonesia berusia di bawah 40 tahun, sehingga ketiga capres mengincar suara mereka. Menurut pengamat, memikat para pemilih muda perlu lebih dari sekadar janji dan nama besar di medsos.

Pemilu 2024: Pemilih muda ingin presiden yang tak sekadar umbar janji dan populer di medsos
Deretan baliho kampanye yang menampilkan para kandidat presiden dan calon anggota legislatif di pinggir jalan. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

JAKARTA: Beberapa bulan jelang kelulusannya untuk menjadi sarjana S1 bidang teknologi informasi, Bobby Hidayat diliputi kegamangan.

Di satu sisi, pria 22 tahun ini gembira karena dia tidak akan lagi menjadi beban bagi ibunya yang banting tulang seorang diri demi membiayai sekolahnya. Tapi di sisi lain, Bobby mencemaskan masa depannya setelah lulus nanti.

Yang sudah menanti di hadapannya adalah pasar tenaga kerja yang menyusut akibat menurunnya investasi di dunia teknologi Indonesia akibat perlambatan ekonomi global pasca pandemi COVID-19. Ditambah lagi, adanya ketidakpastian politik akibat pemilu yang akan datang. 

Menurut Jakarta Globe, investasi di sektor digital Indonesia mencapai US$9,5 miliar pada 2021. Dua tahun kemudian, angkanya anjlok hingga kurang dari US$1,9 miliar.

Puluhan perusahaan terpaksa harus melakukan pengurangan karyawan, termasuk nama-nama besar di sektor teknologi Indonesia seperti super-app GoTo, aplikasi transaksi finansial Xendit, dan platform investasi Ajaib.

Setiap malamnya Bobby dipenuhi kegelisahan. Dia galau, adakah kesempatan di luar sana bagi seorang lulusan universitas kelas menengah di Jakarta seperti dirinya.

Namun yang pasti, ucapnya kepada CNA, dia menginginkan presiden yang dapat membuka lebih banyak lapangan kerja dan memastikan Indonesia masih menarik bagi investasi. Dia juga ingin presiden berikutnya dapat menurunkan biaya hidup, memudahkan kepemilikan rumah dan meringankan biaya kuliah.

"Saya mau pemimpin yang mengerti masalah yang dihadapi kami anak muda," kata Bobby yang mengaku masih belum yakin siapa yang akan dia pilih pada pemilihan presiden (pilpres) 14 Februari nanti.

Beberapa remaja 20 tahunan lainnya yang diwawancara CNA juga masih ragu, seraya mengatakan ada beragam kriteria yang akan membantu anak muda seperti mereka untuk menentukan pilihan.

"Isu paling penting bagi saya adalah hak perempuan dan kesetaraan gender," kata Mirna Agustina, 24, kepada CNA.

Sementara itu, Adrian Putra, 27, mengatakan yang terpenting baginya adalah penegakan hukum.

"Saya mau pemimpin yang bisa memastikan orang-orang kaya dan berkuasa tidak bisa lolos dari hukum ketika melanggarnya," kata dia, sembari menambahkan bahwa dia juga ingin melihat adanya reformasi pada institusi dan badan penegakan hukum.

Anak-anak muda Indonesia juga menyoroti komitmen ketiga capres dalam masalah-masalah seperti perubahan iklim, inklusivitas dan antikorupsi.

Ketiga capres yang akan berebut tampuk pimpinan di negara dengan perekonomian terbesar di Asia ini adalah: mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan, menteri pertahanan Prabowo Subianto dan mantan gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Presiden Joko Widodo yang akan habis masa jabatannya masih memiliki tingkat popularitas tinggi, 80 persen. Berdasarkan konstitusi, dia tidak dapat lagi maju mencalonkan diri untuk periode ketiga.

Untuk memenangi pilpres, para capres harus mendapatkan perolehan suara nasional lebih dari 50 persen dan 20 persen suara di setidaknya 19 dari 39 provinsi.

Para pengamat mengatakan, kemampuan para capres untuk memikat hati dan pikiran anak-anak muda sangat penting untuk bisa unggul.

Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 106 juta warga Indonesia usia antara 17 dan 40 tahun, atau mewakili 52 persen dari jumlah total pemilih yang memenuhi syarat.

Dengan jumlahnya yang besar, tidak heran jika ketiga capres berusaha keras untuk menarik dukungan dari kelompok usia ini, mulai dari menjanjikan penyelesaian masalah-masalah yang relevan bagi anak muda hingga melakukan strategi dan kegiatan kampanye yang dapat memikat mereka.

Setiap capres memiliki cara mereka sendiri. Anies misalnya, menggelar acara online dan offline di mana para pemilih muda dapat bertanya langsung soal beragam topik.

Prabowo beda lagi, dengan cara memilih calon wakil presiden dari kalangan anak muda, Gibran Rakabuming Raka, putra dari Presiden Jokowi yang berusia 36 tahun.

Sementara Ganjar telah membangun popularitas di media sosial dengan memposting aktivitasnya di Instagram dan Twitter, bahkan sebelum mengumumkan diri menjadi capres.

Akan tetapi, para pemilih muda mengatakan cara-cara tersebut tidak cukup untuk membuat mereka menetapkan pilihan.

JANJI MANIS PARA CAPRES UNTUK PARA PEMILIH MUDA

Studi lembaga riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta pada 2022 menyebutkan, 1.200 responden berusia antara 17 hingga 40 tahun mengatakan kesejahteraan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja adalah dua isu utama yang mereka cari dari program prioritas capres, disusul dengan pemberantasan korupsi dan kebebasan sipil.

Para pemuda yang disurvei juga mengutarakan minat pada isu-isu global, seperti perubahan iklim dan transisi energi.

"Pemilih muda menunjukkan orientasi dan sikap politik yang berbeda dibanding generasi tua yang cenderung fokus hanya pada isu yang sudah umum seperti pekerjaan dan layanan kesehatan," kata Arya Fernandes, peneliti utama dalam studi CSIS tersebut, kepada CNA.

Ketiga capres menjanjikan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan dan akses yang lebih baik untuk pendidikan berkualitas, serta berjanji menangani perubahan iklim.

Misalnya Anies, berjanji membangun kota-kota di seluruh negeri agar maju seperti ibu kota Jakarta, menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bagi 15 juta warga Indonesia.

Mantan dosen ini juga berjanji memberikan beasiswa dan subsidi bagi universitas agar mereka bisa menurunkan biaya pendidikan hingga sepertiga dari yang saat ini dibayarkan mahasiswa.

"Anies menganggap universitas telah menjadi terlalu komersil, menghambat banyak orang mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi," kata Angga Putra Fidrian, juru bicara tim kampanye Anies, dalam perbincangan dengan CNA.

Desak Anies adalah sebuah ajang di mana anak-anak muda dapat mengajukan pertanyaan kepada calon presiden Anies Baswedan. (Foto: Tim kampanye Anies Baswedan)

Sementara itu, Prabowo menjanjikan penambahan lapangan pekerjaan dengan hilirisasi, yaitu dengan memproses lebih banyak sumber daya alam di dalam negeri daripada mengekspornya ke luar negeri dalam bentuk mentah.

"Kami juga ingin meningkatkan sistem pendidikan dengan membangun sekolah-sekolah unggulan dan universitas di setiap kota dan kabupaten, agar masyarakat tidak perlu lagi ke Jakarta untuk mendapatkan pendidikan yang baik," kata Budiman Sujatmiko, penasihat tim kampanye Prabowo, kepada CNA.

Calon presiden Indonesia Prabowo Subianto menyapa para pendukungnya dari dalam mobilnya dalam kampanye di Bogor, Jawa Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Sementara Ganjar menjanjikan lebih banyak lagi program peningkatan ketrampilan dan meningkatkan kualitas sekolah kejuruan sehingga masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di dalam maupun di luar negeri.

"Program lainnya adalah satu sarjana, satu keluarga," kata Pangeran Siahaan, juru bicara tim kampanye Ganjar kepada CNA. "Dengan setidaknya ada satu anggota keluarga yang kuliah, hal ini tidak hanya dapat meningkatkan perekonomian seseorang, tapi juga keluarganya."

Capres Ganjar Pranowo bertemu para pemuda di Merauke dalam kegiatan kampanye di Papua Selatan. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

Ketiga capres juga menjanjikan tersedianya kesempatan bagi para pemuda untuk terjun dalam perpolitikan Indonesia dengan memberikan lebih banyak lagi kursi di kabinet bagi anak-anak muda.

Saat ini, hanya ada dua anggota kabinet yang berusia di bawah 40 tahun, yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo, 33, dan wakil menteri pariwisata Angela Tanoesoedibjo, 36. 

Namun Maria Silaban, eksekutif bidang pemasaran berusia 25 tahun, tidak yakin dengan janji-janji capres tersebut.

"Semua program ini bagus, tapi kenapa tidak diterapkan ketika mereka (para capres) masih menjabat sebagai gubernur atau pejabat tinggi pemerintah?" kata dia.

"Saya ingin bukti, bukan janji."

PENTINGNYA MEDIA SOSIAL

Menurut studi CSIS, 59 persen responden mengatakan mendapatkan informasi sebagian besar dari media sosial. Hanya 32 persen yang mengaku mendapatkan informasi dari televisi. Sementara responden yang mencari info dari situs berita hanya 6,3 persen dan koran hanya 1 persen.

Inilah alasan mengapa seluruh capres dan wakilnya sangat aktif membagikan kegiatan mereka di media sosial, bahkan sebelum musim kampanye dimulai pada November lalu.

Anies melakukan streaming di Youtube untuk acara Desak Anies, sebuah ajang penyampaian gagasan di hadapan para pemuda seluruh Indonesia untuk berbagai macam topik mulai dari hak buruh hingga layanan kesehatan. 

Mantan gubernur Jakarta ini juga melakukan live di TikTok, dan para penontonnya bisa mengajukan pertanyaan apa saja.

"Kami tidak punya strategi media sosial yang khusus. Semua terjadi secara organik," kata Angga dari tim kampanye Anies.

"Anies senang berbicara dengan masyarakat. Dia memiliki visi bahwa Indonesia perlu pemimpin yang mendengarkan harapan, aspirasi, dan keluhan rakyat."

Dalam sesi live TikTok pada 28 Desember lalu, Anies mendapatkan berbagai pertanyaan dan permintaan, mulai dari tips cara menyelesaikan skripsi sampai bagaimana menyikapi kegagalan dalam hidup.  

Respons Anies mendapatkan pujian dari sekitar 300.000 orang yang menonton live-nya. Perkataannya juga banyak dikutip dan dibagikan di X, media sosial yang dulu bernama Twitter.

Sementara Prabowo membangun citra di internet menggunakan karya seni yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Berkat AI, pensiunan jenderal militer berusia 72 tahun yang dikenal dengan pidatonya yang berapi-api dan berbagai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia itu berubah menjadi kakek yang menggemaskan seperti bayi.

Potongan karya seni yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI) yang menggambarkan capres Prabowo Subianto dan pasangannya, Gibran Rakabuming Raka di kantor kampanye Prabowo-Gibran di Jakarta. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

Tim kampanye Prabowo juga mengajak para selebritis Youtube dan pemengaruh (influencer) media sosial dalam kampanyenya. Mereka bahkan mendapatkan akses yang lebih luas dalam kampanye Prabowo dan Gibran ketimbang para jurnalis dari media-media ternama.

Ganjar, di sisi lain, menggunakan media sosial untuk menunjukkan bahwa dia dekat dengan rakyat. Dalam akun medsosnya, Ganjar tidak tidak hanya memposting foto-fotonya pada acara kampanye besar, tetapi juga saat dia mengunjungi daerah-daerah terpencil dan bertemu masyarakat.

Kepada enam juta pengikutnya di medsos, Ganjar juga menunjukkan hobi dan kegemarannya untuk waktu luang, seperti mengendarai motor atau mengikuti maraton.

Pengamat media sosial, Ismail Fahmi, mengatakan strategi yang dijalankan oleh Anies dan Ganjar lebih berkesan bagi pemilih muda. 

"Prabowo mencoba mencitrakan diri sebagai capres yang 'gemoy', tapi pidatonya yang berapi-api dan respons yang penuh amarah ketika diserang dalam debat, bertolak belakang dengan citra tersebut," kata Fahmi kepada CNA.

Seperti pada debat calon presiden kedua 7 Januari lalu, Prabowo terlihat marah ketika Anies mengkritisi anggaran pertahanan Indonesia dan kinerjanya sebagai menteri pertahanan.

Prabowo mencoba menginterupsi sesi Anies, dan ketika diingatkan oleh moderator, dia geram dan bertolak pinggang dengan jemari terkepal.

"Para pemuda ... ingin capres menjadi diri mereka sendiri, bukannya memaksa orang lain untuk percaya bahwa mereka tidak ada kekurangan atau tidak menjadi diri sendiri," kata Fahmi.

FAKTOR LAIN YANG MENENTUKAN

Mengandalkan media sosial saja tidak cukup, kata Hendri Satrio, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Jakarta.

"Media sosial hanya membantu meningkatkan popularitas capres dan menarik orang untuk tahu lebih banyak (soal capres itu). Tapi apakah mereka benar-benar akan memilih capres hanya karena menyukai kampanye di medsos? Saya rasa tidak," kata dia kepada CNA.

Adrian Putra, 27, akuntan yang tinggal di Jakarta, berpandangan sama.

"Saya akan melihat kepribadian capres dan rekam jejak mereka. Bagi saya itu lebih penting. Siapapun bisa membuat program dan visi-misi yang brilian, tapi apakah mereka bisa mewujudkannya?" kata Adrian kepada CNA.

Adrian mengaku sudah punya pilihan siapa yang akan dia pilih dalam pemilu mendatang, tapi pilihannya itu masih bisa berubah. Dia terlebih dulu ingin mendengar pendapat dari teman-teman dan keluarganya.

"Saya diam-diam sudah punya capres pilihan, tapi saya mau dengar dulu pendapat jujur soal capres pilihan saya, dan apakah mereka merasa dua capres lainnya bisa lebih baik memimpin negeri ini," kata dia.

Maria juga menentukan pilihannya dengan berdiskusi dengan teman-temannya.

"Setiap kali saya nongkrong dengan teman-teman, diskusi soal politik tidak terhindarkan karena pemilu presiden tinggal sebentar lagi," kata dia.

Selama ini, Maria telah mengikuti debat capres dan cawapres. Menurut dia, debat tersebut telah memberikan pandangan sekilas tentang visi para calon pemimpin untuk Indonesia.

"Saya juga suka menonton diskusi (online) tentang debat itu. Saya ingin tahu apa kata para ahli soal kinerja dan janji-janji para capres," kata Maria yang sampai saat ini belum menentukan capres pilihannya.

Selain menonton debat, Bobby juga mengaku masih mendiskusikan capres pilihannya dengan teman dan keluarganya.

Mahasiswa ini mengaku tidak memantau apa yang dikatakan para influencer soal capres di media sosial. Pasalnya, dia menyadari bahwa mereka tidak netral.

"Saya mencoba rasional dan tidak memilih capres hanya karena keluarga dan teman saya mendukung capres ini atau itu. Saya mencoba mendapatkan informasi lebih banyak tentang masing-masing capres dan memilih yang saya rasa tepat," kata dia.

"Mereka semua punya kekurangan. Mereka punya kelebihan dan kelemahan. Ini sulit dan saya harus memutuskan dengan hati-hati karena kita akan memilih pemimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan." 

Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.

Source: CNA/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement