Di tengah kemunculan AI, mengapa banyak perusahaan teknologi besar yang melakukan PHK?

iStock
- Perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Twitch dan Discord melakukan pengurangan karyawan
- Tapi pengurangan karyawan saat ini tidak sama dengan Great Tech Layoff tahun 2023, kata pengamat
- Pemecatan kali ini terjadi demi meningkatkan efisiensi dan membuka jalan bagi teknologi AI
- Pengamat memperkirakan, karyawan dengan kemampuan AI akan banyak dicari
- PHK di sektor teknologi akan menjadi "new normal" dan karyawan harus bersiap
SINGAPURA - Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri teknologi yang terjadi dalam dua tahun terakhir sepertinya masih berlanjut pada 2024. Dalam dua pekan pertama Januari tahun ini, perusahaan seperti Google, Amazon, Duolingo dan Twitch sudah mengumumkan PHK karyawan mereka.
Data pelacak PHK online Layoffs.fyi menunjukkan bahwa per Senin (15 Jan), 48 perusahaan teknologi telah memecat lebih dari 7.500 karyawan mereka di seluruh dunia pada tahun ini.
Namun para ahli mengatakan, alasan terjadinya gelombang PHK pada 2024 berbeda dengan penyebab pemecatan massal pada 2022 dan 2023.
Dalam dua tahun terakhir, banyak perusahaan teknologi terpaksa harus melakukan perampingan karena investasi besar mereka ketika pandemi ternyata tidak membuahkan hasil saat dunia mulai keluar dari belenggu lockdown COVID.
Kebanyakan dari perusahaan-perusahaan ini melakukan rekruitmen besar-besaran di kala pandemi karena sebagian besar perdagangan beralih ke pasar online. Namun kondisi ini disusul dengan penurunan ekonomi dan gangguan pada rantai pasokan karena perang di Ukraina, akibatnya banyak perusahaan terpaksa memangkas anggaran tenaga kerja untuk mengatasi berkurangnya pendapatan.
Namun tahun ini prospek perekonomian global tidak sekelam sebelumnya. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, banyak perusahaan teknologi melaporkan laba yang sehat. Lantas, mengapa perusahaan-perusahaan teknologi masih memecat para pegawai mereka?
Para ahli mengatakan alasannya adalah karena "obsesi" yang berlebihan pada efisiensi dan kemunculan teknologi kecerdasan buatan atau AI.
OBSESI PADA EFISIENSI
Pendiri dan CEO Meta Mark Zuckerberg menggambarkan 2023 sebagai "Tahun Efisiensi" Meta. Dia mengatakan Meta akan melakukan restrukturisasi untuk "meningkatkan efisiensi organisasi, meningkatkan produktivitas pengembang dan perangkatnya, mengoptimalkan distribusi pekerjaan, menanggalkan proses yang tidak perlu, dan banyak lagi".
Tahun lalu Meta mem-PHK 10.000 pekerja, yang diikuti oleh perusahaan teknologi lainnya. Total, industri ini telah memecat 262.000 karyawan pada tahun lalu.
Tampaknya obsesi akan efisiensi masih berlanjut ke tahun baru ini, kata Profesor Jeffrey Pfeffer dari Stanford Graduate School of Business yang menambahkan bahwa rangkaian pemecatan oleh perusahaan teknologi ini bisa dilihat sebagai "penularan sosial" atau perilaku meniru.
Perilaku ini menyebar melalui jejaring yang membuat perusahaan-perusahaan tanpa pikir panjang meniru apa yang dilakukan perusahaan lain. Prof Pfeffer mengatakan, ketika beberapa perusahaan memecat pegawai, perusahaan lainnya mungkin akan mengekor.
Namun, Rachel Sederberg, ekonom senior dari perusahaan analisa tenaga kerja Lightcast, berpandangan lain.
"Setiap saat, perusahaan-perusahaan membuat pilihan soal apa yang ingin mereka fokuskan, dan terkadang hal ini diwujudkan dalam bentuk pengurangan pegawai," kata dia seperti dikutip dari majalan Wired.
KEBANGKITAN AI
Sejalan dengan keputusan perusahaan yang memilih efisiensi, bisnis juga memfokuskan kembali sumber daya mereka pada teknologi yang sedang berkembang seperti AI.
Dalam sebuah artikel di CNN, Duolingo mengaku terpaksa memecat beberapa kontraktor di akhir tahun lalu demi memberi ruang pada perubahan terkait AI untuk memproduksi dan membagikan konten.
Luis von Ahn, CEO Duolingo, dalam surat pemegang sahamnya November lalu mengatakan: "AI generatif mempercepat pekerjaan kita dengan membantu menciptakan konten baru dengan lebih cepat."
Dalam perampingannya baru-baru ini, Google juga memberikan alasan yang sama ketika memberhentikan para pegawai dari tim pengembangan perangkat keras perusahaan.
"Seperti yang telah kami katakan, kami secara bertanggung jawab telah berinvestasi pada prioritas terbesar perusahaan dan untuk peluang yang lebih menjanjikan di masa depan," ujar pernyataan Google.
"Untuk memposisikan diri kami lebih baik dalam menghadapi peluang ini, selama paruh kedua 2023, sejumlah tim kami mengalami perubahan agar lebih efisien dan bekerja lebih baik dan demi menyelaraskan sumber daya dengan prioritas produk mereka."
Pemecatan itu menunjukkan seakan AI akan menggantikan peran pekerja manusia. Tapi Profesor Lawrence Loh dari Sekolah Bisnis National University of Singapore (NUS) mengatakan AI tidak akan sepenuhnya menggantikan manusia, hanya saja pekerja mesti menambah skill mereka.Â
Art Zeike, CEO dari DHI Group yang mengelola situs karier industri teknologi Dice, mengatakan mengkhususkan kemampuan kerja di bidang AI dan pembelajaran mesin akan sangat menguntungkan para pekerja di industri teknologi.
Dia mencatat bahwa posisi pekerjaan di bidang AI mendapat bayaran lebih tinggi, dan jumlahnya bertambah lima hingga 10 kali lipat dibanding tahun lalu.
Menurut data LinkedIn, Singapura adalah pasar dengan pertumbuhan tercepat untuk tenaga kerja bidang AI di Asia Pasifik dengan pertumbuhan 565 persen antara 2016 dan 2022, melampaui negara-negara lain seperti Australia, India, dan Jepang.Â
Pertumbuhan perekrutan tenaga kerja bidang AI di Singapura juga meningkat lebih cepat daripada perekrutan secara keseluruhan di negara ini, yaitu 14 persen pada 2022, menurut data LinkedIn.
"Anda juga membutuhkan talenta manusia untuk mengelola AI generatif," kata Prof Loh. "Misalnya, ChatGPT tidak sesederhana mengajukan pertanyaan. Ada keahlian tertentu yang dibutuhkan untuk meramu pertanyaan-pertanyaan tersebut."
'NEW NORMAL'
Berita tentang perombakan yang terus menerus dalam perusahaan sepertinya tidak akan berhenti, dan bahkan jadi penanda "new normal" ketika PHK menjadi hal yang biasa, kata para ahli.Â
"Saya rasa sekarang, kita mungkin mulai terbiasa dengan hal ini," kata Prof Loh. "Ini mengarah pada apa yang kita sebut sebagai new normal.
"Ke depannya, ini mungkin akan menjadi cara baru - bagi para pekerja untuk terbiasa berganti pekerjaan, baik secara sukarela maupun terpaksa."
Mengamini pernyataan tersebut, Lektor Kepala Nitin Pangarkar dari NUS Business School mengatakan: "PHK besar-besaran mengindikasikan adanya pergeseran struktural. Namun, terlepas dari tren tersebut, PHK akan terus terjadi - hal ini telah menjadi bagian dari sektor ini."
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.