Pemilu 2024: Dukungan 'ala Obama' Jokowi untuk Prabowo berisiko memicu preseden, kata para pengamat
Menurut pengamat, dukungan Jokowi untuk capres Prabowo merupakan hal baru dalam politik Indonesia dan dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga kepresidenan dan proses pemilu.

SINGAPURA: Dukungan Presiden Joko Widodo yang semakin terlihat untuk calon presiden (capres) Prabowo Subianto membuat para pengamat menyamakannya dengan presiden Amerika Serikat yang pernah secara resmi mendukung calon pemimpin pilihannya, bahkan ikut dalam kampanye. Â
Para pengamat mengatakan, kecondongan Jokowi ke Prabowo yang ditampilkan dalam berbagai bentuk dukungan tidak langsung menjelang pemilu 14 Februari adalah sesuatu yang tidak lazim dalam perpolitikan Indonesia. Hal ini, kata mereka, dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepresidenan dan seluruh proses pemilu yang tengah berjalan.
Jokowi adalah presiden kedua Indonesia yang menjabat selama dua periode sejak negara ini mulai menggelar pemilihan presiden langsung pada 2004.
Namun, dia tidak seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga menjabat dua periode sampai 2014 dan tetap netral pada pemilu di tahun tersebut. SBY dianggap tetap patuh pada tradisi bahwa presiden yang tidak lagi mencalonkan diri harus terlepas dari hiruk-pikuk politik selama pemilu.
Sebaliknya, Jokowi yang merupakan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), telah ikut serta dalam berbagai acara seperti pemberian bantuan sosial dan makan bersama, baik bersama Prabowo atau anggota jaringan koalisi partai pendukungnya.
Beberapa pekan sebelum hari pencoblosan digelar, presiden petahana ini juga rajin bertandang ke Jawa Tengah, medan pertempuran tersengit dalam pemilu. Kantor kepresidenan beralasan itu adalah kunjungan kerja, tapi para pengamat yang dikutip Asia News Network memandangnya sebagai kampanye terbuka bagi Prabowo, yang juga mengetuai partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Para pengamat mengatakan tindakan Jokowi mirip dengan apa yang dilakukan kebanyakan presiden Amerika Serikat, yang juga dibatasi masa kepemimpinannya hanya dua periode.
Dr Ambang Priyonggo, Asisten Profesor Komunikasi Politik di Departemen Jurnalisme Digital Universitas Multimedia Nusantara, mengatakan bahwa manuver politik Jokowi yang mendukung calon penerus pilihannya adalah gaya baru dalam kampanye di Indonesia.
"Dukungan oleh presiden ini sama seperti di AS, ketika sudah lumrah bagi presiden berkuasa untuk mendukung tidak hanya capres pilihan mereka, tapi juga calon anggota senat, DPR, dan gubernur," kata Ambang kepada CNA.
Ketika presiden AS tidak mencalonkan diri untuk periode berikutnya, maka sudah jadi kelaziman mereka akan mendukung calon dari partainya, meski itu tidak wajib.
Contoh teranyar adalah pada pemilu 2016 ketika Presiden Barack Obama yang akan lengser menyatakan dukungan terhadap Hillary Clinton. Tidak hanya itu, Obama juga aktif berkampanye untuk Hillary dalam berbagai ajang kampanye besar di negara-negara bagian kunci.
Dukungan serupa terlihat pada pemilu AS ke-56 ketika George W Bush mendukung John McCain pada 2008, Bill Clinton mendukung Al Gore pada 1999 untuk pemilu 2000, dan Ronald Reagan mendukung HW Bush pada 1988 pada pemilu AS ke-51.

Namun para pengamat mengatakan, sikap politik Jokowi yang mendukung capres dari partai berbeda menjadikan sikapnya ini kontroversial. Mereka mempertanyakan apakah Jokowi akan bertindak lebih jauh, misalnya akan secara resmi menyatakan dukungan terhadap Prabowo.
Ambang mengatakan dukungan tersebut perlu dilihat dalam konteks perpolitikan Indonesia. Meski mirip dengan apa yang terjadi di AS, namun tujuan utama Jokowi adalah demi mempertahankan pengaruhnya dengan membangun dinasti politik melalui putranya.
Hal ini juga dapat menimbulkan preseden bagi presiden Indonesia berikutnya, bahwa mereka berhak memilih penerus dan bersikap seperti Jokowi dalam pemilu, imbuh Ambang.
"Muncul kekhawatiran adanya keberpihakan dari para aparatur negara seperti pegawai negeri, militer, polisi dan kepala desa, yang secara konstitusional dilarang terlibat dalam politik. Kita sudah mendengar soal pengerahan kepala desa untuk mendukung Prabowo," kata Ambang.
SINYAL DUKUNGAN JOKOWI UNTUK PRABOWO
Jokowi memang belum secara resmi mengumumkan dukungannya terhadap capres tertentu, namun di hadapan publik dia telah memberikan sinyal dukungan terhadap Prabowo - yang didampingi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presidennya.
Sinyal dukungan terbaru ditunjukkan pada acara makan siang pada Senin lalu (Jan 29), ketika Jokowi dan Prabowo duduk berhadapan dan terlibat percakapan serius sambil menyantap bakso di sebuah rumah makan di Magelang, Jawa Tengah.
Media di Indonesia melaporkan, pertemuan tersebut memunculkan reaksi dari calon presiden Ganjar Pranowo yang menyerukan Jokowi untuk mengeluarkan pernyataan tegas soal dukungannya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Ganjar juga menekankan bahwa pejabat publik seharusnya bertindak netral.
Ganjar sendiri didampingi oleh Mahfud MD sebagai calon wakil presidennya. Sementara kandidat presiden lainnya adalah Anies Baswedan yang didampingi Muhaimin Iskandar.
Jokowi baru-baru ini juga makan bersama dengan Agus Harimurti Yudhoyono, ketua Partai Demokrat yang menjadi bagian dari koalisi pendukung Prabowo, Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Pada 23 Januari, istri Jokowi, ibu negara Iriana Joko Widodo, terlihat mengacungkan dua jari ketika keluar dari mobil dalam kunjungan di Jawa Tengah. Dua jari adalah simbol nomor urut Prabowo dalam pilpres.
Menurut Jakarta Post, berbagai organisasi kemasyarakatan dan pengamat telah mendesak Jokowi untuk menunjukkan sikap tidak memihak. Mereka juga mengkritisi Jokowi karena menyimpang dari sikap kenegarawanan yang ditunjukkan oleh para presiden sebelumnya di penghujung masa jabatan mereka.
Pengamat dari Badan Riset dan lnovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan bahwa Jokowi telah mengabaikan etika dan melakukan intervensi yang berlebihan dalam pemilu.
Dalam kampanyenya, Prabowo telah berkomitmen untuk melanjutkan program-program dan kebijakan yang digagas Jokowi, seperti kebijakan transformasi layanan kesehatan dan netralitas dalam hubungan internasional.
Sementara itu, keterlibatan Jokowi dalam berbagai program populis seperti bantuan langsung tunai El Nino untuk masyarakat berpendapatan rendah dan kenaikan gaji pertama setelah lima tahun untuk aparatur sipil negara (ASN) dianggap sebagai mobilisasi perangkat negara untuk mendukung Prabowo sebagai penerus pilihannya.
Habiburokhman, wakil ketua divisi hukum dan advokasi tim kampanye Prabowo, kepada CNA mengatakan bahwa dukungan tersirat dari Jokowi terhadap Prabowo juga dilakukan presiden-presiden lainnya di seluruh dunia.
"Ini sama seperti ketika George W bush mendukung John McCain pada 2008 atau ketika Barack Obama mendukung Hillary Clinton," kata dia.
Dia menambahkan, perbedaan partai antara Jokowi dan Prabowo bukanlah masalah besar.Â
Tapi, "kelanjutan dari program-program yang menguntungkan bangsa dan negara" adalah yang paling penting, kata Habiburokhman.
CUTI UNTUK BERKAMPANYE
Berbagai media di Indonesia melaporkan banyaknya seruan kepada Jokowi untuk mengajukan cuti untuk berkampanye.
Berdasarkan undang-undang tahun 2017, pejabat negara harus mengambil, dan mengumumkan cuti tidak berbayar dan dilarang menggunakan fasilitas negara.
Titi Anggraini, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia, mengatakan selama Jokowi tidak mengambil cuti untuk kampanye, maka dia dilarang menjadi peserta kampanye atau melakukan hal-hal yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.
"Cuti harus diajukan tujuh hari sebelum berkampanye," kata Titi dalam perbincangan dengan CNA.
Jika tidak mengajukan cuti, pejabat negara dilarang untuk secara aktif ikut berkampanye, seperti menjadi pembicara dalam kampanye - yang mengharuskan mereka mendaftarkan diri menjadi bagian tim kampanye, mengajukan cuti dan dilarang menggunakan fasilitas negara. Kendati demikian, pejabat negara masih boleh menyuarakan dukungannya terhadap capres dalam kapasitasnya sebagai warga negara.

Jika Jokowi mengajukan cuti, maka tidak ada yang bisa mencegahnya berkampanye bagi capres pilihannya.
Menurut Habiburokhman, hal ini "cukup normal dan dapat diterima" bagi seorang presiden selama ia tidak melanggar aturan.
"Secara konstitusi, di bawah Pasal tujuh undang-undang dasar, presiden bahkan bisa maju lagi menjadi wakil presiden, jadi mendukung capres pilihannya tentu diperbolehkan," kata Habiburokhman.
KAPAN JOKOWI AKAN BERKAMPANYE TERBUKA DAN LANGSUNG
Jika tidak ada capres yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara pada pemilu 14 Februari mendatang, putaran kedua pilpres akan digelar antara dua capres dengan suara tertinggi pada Juni.
Ambang mengatakan, Jokowi mungkin akan melakukan strategi kampanye terbuka dan langsung lantaran khawatir Prabowo akan sulit memenangi pilpres dalam satu putaran.
"Dengan melakukan itu, dia akan mengerahkan para pendukung setianya untuk mendukung Prabowo dan Gibran," kata Ambang.
"Apa yang dilakukan (Jokowi) sudah cukup terang-terangan ..." imbuh dia lagi.
"Kekhawatiran banyak pihak adalah para birokrat dan aparatur negara akan menerjemahkannya sebagai 'arahan' untuk mendukung capres tertentu."
Jajak pendapat terbaru oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa Prabowo telah melampaui 50 persen suara untuk memenangi pilpres dalam satu putaran.
Pada survei 16 hingga 27 Januari itu, mantan danjen Kopassus tersebut mendapatkan 50,7 persen suara dari 1.200 responden, sementara mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan mendapat 22 persen.
Ganjar Pranowo yang disokong partai berkuasa PDI-P dipilih oleh 19,7 responden, dan 6,9 persen responden belum memutuskan.
RAWAN KONFLIK KEPENTINGAN
Pada 24 Januari, Jokowi memicu kehebohan setelah dalam konferensi pers dia menyatakan bahwa presiden berhak mendukung dan berkampanye untuk capres pilihannya.
Dia menambahkan bahwa berkampanye adalah hak demokratis, namun harus dilakukan tanpa menggunakan atau menyalahgunakan fasilitas negara, demikian dikutip dari media lokal.
Setelah mendapat reaksi keras akibat komentarnya, Jokowi mengklarifikasi dua hari kemudian bahwa ketika itu dia sekadar menyatakan aturan hukum untuk menanggapi pertanyaan para wartawan soal kampanye yang melibatkan menteri-menterinya.

Wakil sekretaris tim kampanye kepresidenan Ganjar, Ahmad Rofid, mengatakan pernyataan Jokowi tersebut "mengkhawatirkan". Menurut dia, sebagai kepala negara dan pemerintahan, Jokowi seharusnya tetap netral.
"Meski undang-undang pemilu tidak secara gamblang melarang presiden berkampanye, ada kemungkinan besar terjadinya konflik kepentingan.
"Misalnya, pengerahan militer dan polisi oleh pemerintahan Jokowi untuk Prabowo akan memicu kekhawatiran soal keadilan dalam praktik berdemokrasi," kata Ahmad kepada CNA.
Sementara itu, juru bicara tim kampanye Anies, Angga Putra Fidrian, mengatakan bahwa meski Jokowi bisa mendukung capres, "tapi penting bagi dia untuk terbuka dan transparan soal dukungannya dan tidak menggunakan fasilitas negara demi keuntungan politik".
"Strateginya yang ambigu saat ini memunculkan kebingungan," kata Angga.
"Kami akan tetap fokus pada kampanye dan menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai. Saya yakin masyarakat dapat membedakan mana capres yang tulus," tambahnya.
Ambang juga mencermati bahwa Jokowi mencoba menghindari situasi yang bisa dianggap konflik kepentingan dengan cara menggunakan "jalan pintas" atau "tangan-tangan tidak terlihat"; yaitu dengan memanfaatkan relasi untuk memberikan pengaruh dan menggalang dukungan.
Pada 16 Oktober tahun lalu, beberapa hari sebelum pendaftaran capres dan cawapres untuk pemilu 2024, Mahkamah Konstitusi yang kala itu diketuai adik ipar Jokowi, Profesor Anwar Usman, memutuskan bahwa pejabat negara yang pernah terpilih sebagai kepala daerah boleh maju dalam pemilu presiden terlepas dari berapa usianya.
Sebelumnya, undang-undang pemilu Indonesia membatasi usia capres dan cawapres harus setidaknya 40 tahun.
Gibran, 36, saat ini adalah walikota Solo di Jawa Tengah. Dia terpilih untuk jabatan tersebut pada 2020 dan diambil sumpahnya setahun kemudian.
Ambang mengatakan, meski Jokowi berhak mengerahkan para pendukungnya untuk memilih Prabowo-Gibran, "namun penting bagi dia untuk membedakan antara berkampanye sebagai individu dan sebagai presiden, dengan memastikan adanya kepatuhan terhadap aturan main".
Titi sebagai pakar kepemiluan meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pejabat negara yang memiliki ikatan dengan partai politik.
"(Ini) demi mencegah politisasi dan penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan pemilu," kata dia kepada CNA.
Dia menambahkan bahwa masyarakat juga harus secara aktif mengawasi tindak-tanduk Jokowi untuk memastikan terciptanya keadilan di antara seluruh peserta pemilu. Â
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.
Â