'Whoosh, yes!': Belajar dari kesalahan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung demi suksesnya rute ke Surabaya

JAKARTA: “Whoosh, whoosh, whoosh, yes!” — salam sapa terdengar dari pengeras suara dalam gerbong ketika kereta cepat Jakarta-Bandung mulai berangkat.
Whoosh, nama kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara itu, terinspirasi dari suara yang dihasilkannya ketika melaju. Nama itu juga singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat. Sesuai namanya, kereta cepat ini dapat melaju hingga 350km/jam di lintasan sepanjang 142km.
Asteria Mutiara, yang bekerja sebagai staf ahli anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, mengaku tidak sabar mencoba kereta cepat karena dia sering melakukan perjalanan bisnis ke Bandung, ibu kota Jawa Barat.
Biasanya dia naik kereta reguler Jakarta-Bandung, Argo Parahyangan, yang perjalanannya memakan waktu tiga jam dan tiket sekali perjalanan seharga 150.000 rupiah.
Tapi dengan kereta cepat, perjalanan kedua kota dapat ditempuh hanya 45 menit, setara waktu tempuh dengan mobil dari Jakarta Selatan ke Jakarta Pusat. Harga tiket kereta cepat untuk sekali perjalanan saat ini adalah 300.000 rupiah.
"Menyenangkan. Karena sebelumnya saya pernah naik kereta cepat di Arab Saudi dan Korea Selatan. Jadi ketika di Indonesia ada, saya tertarik untuk coba," kata perempuan 34 tahun ini kepada CNA dalam perjalanan kereta cepat beberapa waktu lalu.
Didanai oleh China, kereta cepat Jakarta-Bandung adalah bagian dari proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang memiliki misi menghubungkan Asia, Afrika dan Eropa melalui jalur darat dan laut untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Proyek ini diberikan kepada China setelah melalui tender yang kompetitif dengan Jepang. Ketika proyek dimulai pada 2015, biaya yang diperlukan diperkirakan mencapai sekitar Rp66,76 triliun.

Kereta cepat Jakarta-Bandung, yang melintasi empat stasiun, awalnya dijadwalkan rampung pada 2019. Namun, karena masalah pembebasan lahan dan pembatasan mobilitas warga karena pandemi COVID-19, anggaran pembangunannya menjadi membengkak hingga Rp18 triliun.
Saat ini pemerintah Indonesia ingin mengembangkan Whoosh hingga ke kota kedua terbesar di Indonesia, Surabaya, dan melanjutkan kerja sama dengan China. Apabila terwujud, kemungkinan tidak akan ada tender ulang untuk proyek lanjutan ini karena teknologi yang digunakan masih sama dengan rute Jakarta-Bandung.
"Pak Jokowi mau kereta cepat Jakarta-Surabaya diterusin," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dalam postingan Instagram-nya pada 28 Oktober lalu.
"Tadi saya dengar perjanjian dengan China sudah jalan, malah bunganya lebih murah daripada yang ditawarkan negara lain," kata Luhut tanpa menjabarkan lebih rinci.
Rute Jakarta-Surabaya yang terbentang 780km, akan memangkas waktu perjalanan dua kota dari 10 jam dengan mobil dan kereta, menjadi hanya 3,5 jam dengan kereta cepat. Namun waktu tersebut masih lebih lama dibanding 1,5 jam perjalanan dengan pesawat.
Para pengamat kepada CNA mengatakan ada beberapa masalah yang harus diatasi telebih dulu oleh pemerintah untuk menghindari kesalahan yang sama seperti ketika pengerjaan rel kereta cepat Jakarta-Bandung.
Mereka juga mempertanyakan perlunya keberadaan kereta cepat ke Surabaya, mengingat sudah tersedianya kereta reguler dan bahkan jalan tol menuju kota tersebut.
RUTE LEBIH PANJANG, LEBIH MENGUNTUNGKAN?
Presiden Joko Widodo meresmikan Woosh pada 2 Oktober lalu, dan untuk dua minggu pertama tiketnya digratiskan bagi masyarakat.
Whoosh digadang sebagai proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara, karena kecepatannya lebih tinggi daripada proyek "semi kereta-cepat" Laos-China yang dapat melaju hingga 160km/jam dari ibukota laos, Viantiane, dan kota Kunming di baratdaya China.
Dari tanggal 18 hingga 30 November, penumpang Whoosh mendapatkan diskon 50 persen untuk tiket, menjadi 150.000 rupiah untuk sekali perjalanan.
Whoosh dirancang untuk melalui empat stasiun, yaitu Halim di Jakarta, Karawang, Padalarang dan Tegalluar di Bandung. Namun, stasiun Karawang belum dapat diakses karena masih dalam pengerjaan.

Menurut konsorsium perusahaan Indonesia-China yang membangun proyek Whoosh, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), tingkat keterisian kereta cepat pada perhitungan hingga akhir Oktober adalah sekitar 90 persen atau sekitar 7.000 penumpang per hari. Pada November, Whoosh melayani 28 perjalanan, dua kali lebih banyak dibanding bulan sebelumnya.
Di masa mendatang, seiring jumlah perjalanan yang akan ditambah, KCIC menargetkan 30.000 penumpang per hari.
Pemerintah percaya akan ada lebih banyak penumpang lagi jika perjalanan Whoosh ditambah dari Bandung ke Surabaya. Pasalnya, rute itu juga akan melalui beberapa kota lainnya dan Surabaya adalah kota besar yang dikelilingi kawasan industri.
“Jadi kita akan lihat kereta ini karena memang kalau sudah sampai Bandung tanggung, kalau bisa dilanjutkan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 11 Oktober lalu.
Dasar pemikiran pemerintah, jika ada lebih banyak penumpang yang menggunakan kereta ini, maka akan ada lebih banyak pemasukan, sehingga utang akan lebih cepat dibayarkan. Namun ekonom Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengaku ragu.
Bhima tidak sepakat jika dengan memperpanjang rute ke Surabaya maka pengembalian investasi akan lebih cepat dan mudah.
"Itu bukan jaminan. Karena tentu saja, biaya yang dikeluarkan juga akan tinggi dan pengembalian investasi akan lebih lama," kata Bhima.
Darmaningtyas, pengamat transportasi yang tinggal di Jakarta, juga meyakini bahwa memperpanjang rute ke Surabaya berarti butuh anggaran yang lebih besar. Hal ini, kata dia, akan menjadi sebuah tantangan.
"Mengingat pembangunan kereta cepat Bandung-Surabaya membutuhkan anggaran yang besar, pasti lebih dari 150 triliun rupiah, pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan apa urgensinya," kata dia.
Berkaca dari pengalaman Indonesia membangun Whoosh yang diperkirakan baru akan kembali modal setidaknya 40 tahun lagi, Darmaningtyas tidak yakin jika ada sektor swasta yang tertarik mendanai pembangunan rute kereta cepat yang lebih jauh. Pasalnya, pengembalian modalnya akan lebih lama lagi.
"Sektor swasta akan berinvestasi di bidang-bidang usaha yang menguntungkan. Dan mereka butuh jaminan dari pemerintah untuk menepis kekhawatiran akan merugi."
Namun jika pembangunan jalur baru ini nantinya akan berkolaborasi lagi dengan China, para pengamat mengatakan sistem pendanaannya akan sama seperti jalur Jakarta-Bandung.
Sebelumnya kereta cepat Jakarta-Bandung didanai 75 persennya dari pinjaman Bank Pembangunan China, sisanya dibiayai oleh konsorsium PT KCIC dengan pembagian 60:40 antara Indonesia dan China.
Sekitar 7,3 triliun rupiah diambil dari anggaran negara untuk menutupi pembengkakan biaya.

INFRASTRUKTUR SUDAH CUKUP DI JAWA
Darmaningtyas, ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Instran yang fokus pada masalah-masalah transportasi, berpikir bahwa tidak perlu ada jalur kereta cepat Jakarta-Surabaya atau rute lainnya di pulau Jawa.
"Karena Indonesia bukan hanya Jawa. Orang-orang di Papua dan Kalimantan, yang pulaunya luas, juga ingin punya jaringan rel agar juga bisa merasakan naik kereta. Mereka tidak usah harus ke pulau Jawa (untuk naik kereta), yang ongkosnya sangat mahal," kata Darmaningtyas. Kalimantan dan Papua adalah dua pulau di Indonesia yang tidak punya rel kereta.
Dia menambahkan, akan "sangat tidak etis" jika anggaran infrastruktur sebegitu besar hanya dialokasikan di Jawa, yang infrastruktur transportasinya sudah berlebih.
"Sementara, bagian lain Indonesia di luar Jawa, yang masih kekurangan infrastruktur transportasi, diabaikan."

Ibu kota Indonesia juga akan mulai dipindahkan secara bertahap ke Nusantara di Kalimantan bagian timur mulai tahun depan. Perpindahan total ibu kota dari Jakarta ke Nusantara diperkirakan akan rampung pada 2045.
Rencana pemindahan ibu kota ini kemudian memunculkan pertanyaan, apakah memperpanjang jalur kereta cepat di pulau Jawa benar-benar diperlukan, tutur Bhima Yudhistira from CELIOS.
"Jelas proyeksi jumlah penumpang kereta cepat akan terdampak jika masyarakat di Jawa berencana pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Dan hal ini juga akan membingungkan para investor yang ingin berinvestasi di IKN jika Jawa ternyata masih menjadi tempat utama pembangunan infrastruktur," kata Bhima.
Bhima mengatakan, lebih penting lagi untuk membangun infrastruktur lain seperti pelabuhan, kereta reguler yang menghubungkan kawasan industri, dan jalan raya.
Roni Septian, kepala advokasi kebijakan di LSM Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), juga mengatakan bahwa Jawa tidak perlu kereta cepat lainnya.
"Lebih baik membangun 1.000 sekolah dibanding kereta cepat Jakarta-Surabaya," kata dia.

KONFLIK AGRARIA DAN MASALAH SOSIAL
Roni juga menyoroti potensi munculnya masalah-masalah sosial dari pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya.
Dia menilai, kereta cepat dengan harga tiket yang lebih mahal dibanding moda transportasi lainnya, hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang kaya.
Upah minimum di Indonesia sekitar 4,5 juta hingga 5 juta rupiah per bulan. Satu kali perjalanan udara dari Jakarta ke Surabaya adalah sekitar 1 juta rupiah, sementara ongkos tiket kereta reguler untuk rute yang sama sekitar 500.000 rupiah.
Menurut Roni, jika memang pemerintah memutuskan untuk tetap melanjutkan rencana mereka, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti urgensi dan keuntungannya bagi masyarakat.
Selain itu, proyek ini juga berisiko mengulangi kesalahan yang sama dengan pembangunan rel kereta cepat Jakarta-Bandung, misalnya harus merelokasi permukiman warga yang berpotensi memicu konflik sosial.
"Saya kira risiko menggunakan lahan masyarakat tidak bisa dihindari.
"Tinggal bagaimana pemerintah dan panitia pengadaan tanah bekerja secara transparan dan akuntabel. Jangan sampai ada yang dirampas haknya," kata Roni.
Usman Hamid, direktur Amnesty International Indonesia, mengatakan bahwa pemerintah harus memastikan bahwa proyek-proyek yang akan datang didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia dan perlindungan lingkungan.
"Karena dalam banyak kasus yang melibatkan pembangunan infrastruktur publik, sebenarnya hanya menguntungkan pihak swasta, bukan publik atau masyarakat.
"Mereka tidak memenuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia, lingkungan hidup dan keadilan sosial," kata Usman.

Usman menambahkan bahwa sektor swasta, yang didukung oleh oligarki, sering kali menjadi pihak yang memutuskan di mana rute atau stasiun harus dibangun agar strategis bagi bisnis mereka.
Usman juga mengatakan bahwa pemerintah harus menjelaskan kepada masyarakat mengapa rute Jakarta-Surabaya sangat penting, mengingat sudah ada kereta yang menghubungkan kedua kota.
Jika targetnya adalah untuk mengembangkan ekonomi daerah tertentu, maka desa atau kota harus terhubung secara efisien sembari tetap melindungi tradisi masyarakat dan melestarikan lingkungan, kata dia.
"Sangat penting untuk menghormati hak-hak asasi mereka," katanya.
Suraya Afiff, ahli antropologi dari Universitas Indonesia, berpendapat bahwa pemerintah belum transparan dalam hal pembebasan lahan.
Ia mengingatkan bahwa Indonesia akan mengadakan pemilihan presiden dan anggota legislatif pada Februari mendatang, sehingga masyarakat harus berhati-hati dan skeptis terhadap proyek-proyek baru yang muncul.
"Masyarakat dapat menentang kandidat yang akan melanjutkan proyek-proyek yang tidak berpihak pada rakyat."
Ia mengatakan bahwa di mana pun jalur kereta cepat berikutnya akan dibangun, jika rutenya melewati daerah yang padat penduduk, maka relnya seharusnya bisa dibangun di bawah tanah untuk menghindari konflik dengan masyarakat setempat.
Namun, ia mencatat bahwa hal tersebut mungkin akan menjadi tantangan geologis di beberapa daerah di Indonesia.
"Apapun keputusannya nanti, prosesnya harus transparan karena bahkan pada kereta cepat Jakarta-Bandung, ada banyak kesalahan perencanaan yang mengakibatkan pembengkakan biaya."
Sebagai contoh, rute kereta cepat Jakarta-Bandung pada awalnya dijadwalkan melintasi pusat kota Bandung, namun karena biaya pembebasan lahan yang tinggi, pemerintah akhirnya mengubah rencana tersebut.
Tapi terlepas dari itu semua, bagi mereka yang tidak terdampak masalah pembebasan lahan, rencana pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Surabaya adalah ide yang menarik.
"Saya mendukung kereta cepat agar warga Surabaya juga bisa naik kereta berkecepatan tinggi," ujar Agus Harianto, 44 tahun, sopir mobil sewaan.
"Ada orang yang takut naik pesawat, jadi kereta cepat bisa jadi alternatif."
Sementara itu, Asteria, karyawan asal Jakarta, mengaku akan terus menggunakan kereta cepat.
"Ada kebanggaan tersendiri bahwa Indonesia memiliki kereta cepat," kata dia.
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.