Menyoal perselingkuhan: Mengapa bisa terjadi dan bagaimana mempertahankan pernikahan
Bagaimana cara memperbaiki hubungan rumah tangga setelah terjadi perselingkuhan? Bagaimana menjelaskannya kepada anak-anak? Apa tanda-tanda sebuah pernikahan tidak dapat dipertahankan? Simak penjelasan para ahli di bawah ini.

SINGAPURA: Masalah perselingkuhan menjadi pembicaraan hangat di Singapura belakangan ini. Bahkan, kasus perselingkuhan rumah tangga telah berujung pengunduran diri empat politisi di Singapura - Tan Chuan-Jin, Cheng Li Hui, Leon Perera dan Nicole Seah.
Bagaimana pasutri menyikapi jika salah satu pasangan mereka selingkuh? Apakah hubungan rumah tangga bisa diperbaiki? Bagaimana dengan anak-anak yang terdampak? Lantas, apa yang membuat perselingkuhan bisa terjadi?
CNA Lifestyle meminta pendapat para konselor dan dokter untuk menyingkap masalah di balik perselingkuhan, dan apa yang harus dilakukan pasutri pasca terungkapnya skandal tersebut.
SUDAH MENIKAH TAPI SELINGKUH, KOK BISA?
Seseorang bisa selingkuh karena adanya hubungan emosional yang berjarak dengan pasangan, sehingga mereka "merasa tidak dihargai atau tidak dianggap" di rumah, kata dr. Lim Boon Leng, psikiater dari Rumah Sakit Gleneagles, yang kerap menangani pasien dengan gangguan depresi dan kecemasan akibat perselingkuhan. Ketika dalam kondisi itu ada seseorang, misalnya rekan kerja, yang dapat memenuhi kebutuhan emosional tersebut dengan sikap pengertian dan empati, itulah saat dimulainya ketertarikan awal dalam sebuah perselingkuhan, kata dr. Lim.
BAGAIMANA MENCEGAH KETERTARIKAN DENGAN REKAN KERJA
1. Tetapkan batasan
Dr. Lim Boon Leng menyarankan untuk tetap menjaga profesionalitas kerja dalam percakapan dan berkirim pesan. Hindari komunikasi di luar jam kantor. Selalu makan siang secara berkelompok, jangan berdua saja.
Jika sudah merasa terlalu akrab dan tertarik secara emosional dengan rekan kerja, segera jaga jarak atau hindari interaksi di luar perkara pekerjaan, kata dr. Lidia Suarez, psikolog klinis dari klinik Annabelle Psychology. "Mungkin tidak mudah menahan diri untuk memikirkan atau merasakan sesuatu. Hindarilah situasi yang membuat Anda mewujudkan perasaan tersebut."
2. Hindari bersentuhan fisikÂ
Dr. Lim mengatakan, keintiman dengan rekan kerja bisa dicegah dengan menahan diri untuk tidak saling menggoda dan menghindari sentuhan fisik, seperti menepuk punggung atau memeluk.
3. Tingkatkan komunikasi dengan pasangan
Selesaikan masalah pernikahan Anda dengan pasangan, terutama jika ada keluhan-keluhan. Jangan disimpan di dalam hati. "Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting dalam menjaga kekuatan hubungan," kata dr. Lim.
"Jika muncul konflik antara Anda dan pasangan, akan lebih konstruktif untuk mengatasi masalah itu bersama dan belajar menyelesaikannya dengan sehat, dari pada mencari kenyamanan dari rekan kerja," kata dr. Suarez. Selain itu, lanjut Suarez, penting juga menjaga batasan yang sehat tentang hal-hal apa yang mesti diceritakan kepada rekan kerja.
4. Habiskan waktu dengan pasangan
Berbagi cerita kepada pasangan soal hari-hari Anda yang penuh stres dan keinginan Anda yang belum tercapai, "akan sangat bermanfaat dalam membuat Anda merasa didukung dan akan mempererat hubungan," kata dr. Suarez. Cari juga aktivitas yang bisa Anda nikmati bersama pasangan.
SIAPA YANG PALING SERING SELINGKUH, SUAMI ATAU ISTRI?
Tidak seperti sangkaan orang, perselingkuhan dalam rumah tangga seringkali terjadi. Setiap bulannya ada 15 orang atau pasangan yang berkonsultasi kepada psikolog klinis dr. Lidia Suarez di Singapura - termasuk di antaranya mengalami stres dalam hubungan rumah tangga, tidak melulu soal perselingkuhan. "Beberapa klien perempuan yang konsultasi mengaku melakukan selingkuh perasaan. Sebaliknya, klien lelaki cenderung melakukan perselingkuhan seksual," kata dia.
Dr. Lim yang lebih banyak merawat wanita karier dewasa dan paruh-baya di kliniknya mengatakan bahwa "demografi tersebut menunjukkan bahwa perempuan lebih terbuka untuk meminta bantuan, sementara pria tidak demikian, mungkin karena malu".
Pusat Konseling Singapura (SCC) juga menerima "kasus seperti itu dari waktu ke waktu setiap bulannya", tapi menolak menyebutkan jumlahnya. "Walau kami melihat tren kenaikan jumlahnya, tapi kita harus berhati-hati untuk menyimpulkan bahwa mereka yang berada dalam angka ini telah berselingkuh," kata kepala bagian kesejahteraan SCC John Shepherd Lim. "Perselingkuhan mungkin jadi sebab mengapa mereka meminta bantuan ahli dan melakukan konseling."

Menurut psikiater dr. Scott Haltzman yang menulis buku "The Secrets Of Surviving Infidelity" (Rahasia Selamat dari Perselingkuhan), sekitar 25 persen pria dan 15 persen wanita kemungkinan pernah berselingkuh pada satu waktu dalam kehidupan mereka. Dalam konteks sekarang, angka ini bisa jadi lebih tinggi karena adanya perluasan makna perselingkuhan. Misalnya, mengirim pesan tengah malam kepada seseorang yang katanya "hanya teman" sudah termasuk bentuk selingkuh perasaan.
"Seseorang di masa sekarang ini bisa memiliki hubungan emosional yang intens dengan orang yang belum pernah mereka temui sebelumnya, atau bahkan selingkuh seksual melalui internet dengan orang yang belum pernah mereka temui," kata dr. Haltzman pada siniar dengan lembaga nonprofit AS, National Public Radio.
PASANGAN ANDA SELINGKUH, APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Entah itu selingkuh fisik atau perasaan, akibat dari perselingkuhan bisa sangat merusak bagi pasangan suami istri. Bahkan, para ahli menemukan bahwa trauma akibat diselingkuhi mirip seperti gangguan stres pasca-trauma atau PTSD yang kerap dialami tim tanggap bencana. Profesor Dennis Ortman dalam bukunya "Transcending Post-Infidelity Stress Disorder: The Six Stages Of Healing (Mengatasi Gangguan Stres Pasca Perselingkuhan: Enam Tahap Penyembuhan)", menggambarkan syok mental dan emosional akibat diselingkuhi sebagai gangguan stres pasca perselingkuhan atau PISD.
Jika Anda pernah diselingkuhi, bagaimana cara menghadapi rasa sakitnya dikhianati dan trauma yang ditimbulkannya? Dan bagaimana menghadapi perselingkuhan jika Anda memiliki anak? Sebelum berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan berat tersebut, tanya kepada diri Anda: Apakah masih ada cinta di dalam hati? "Cinta sangat penting agar pernikahan bisa berlanjut," kata dr. Lim.

"Meski perasaannya tidak lagi sama seperti saat hari pertama menikah, namun sebuah pasangan harus masih memiliki rasa peduli, perhatian, dan kerinduan kepada satu sama lain. Tanpa cinta, hubungan akan kosong dan berat untuk dijalani," kata dia.
Untuk menyelesaikan masalah perselingkuhan, Lim dari SCC menyarankan pasangan saling melemparkan beberapa pertanyaan. Tapi dr. Suarez menekankan bahwa "tidak ada jawaban yang spesifik atau umum" karena kondisi setiap pasutri berbeda-beda. Tapi "mereka harus bekerja sama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan jujur".
1. Pertanyaan tentang masa lalu
- Apa yang menyebabkan perselingkuhan?
- Apakah perselingkuhan ini cuma sekali atau sudah beberapa kali?
- Apa hal yang tidak terpenuhi dari perselingkuhan ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu pasangan untuk memahami akar permasalahan dan tingkat perselingkuhan yang terjadi, kata Lim. "Selain mengamati jawaban, amati juga apakah pasangan yang selingkuh dapat secara jujur menjelaskan apa penyebab perselingkuhan tanpa menyalahkan pihak lain atau kondisi eksternal lainnya. Kejujuran ini bisa dilihat dari banyaknya penggunaan kata 'saya' ketimbang 'kamu' dalam pengakuannya."
2. Pertanyaan tentang masa kini
- Apakah Anda betul-betul ingin menyelesaikan masalah ini?
- Apakah Anda betul-betul dan berniat ingin menyelesaikan masalah ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu mengetahui apakah kedua belah pihak masih ingin hidup bersama atau tidak.
3. Pertanyaan tentang masa depan
- Bagaimana kita dapat menghadapi pemicu perselingkuhan dan rasa tidak aman yang akan muncul di masa mendatang?
- Apa tujuan jangka panjang kita dalam hubungan ini?
- Apakah kita ingin bertemu terapis untuk konseling?
- Bagaimana cara kedua belah pihak melangkah maju?
"Jawaban-jawabannya akan menjadi cerminan seberapa banyak upaya yang ingin dilakukan kedua belah pihak dalam memperbaiki hubungan mereka," kata Lim.

APAKAH ADA KEPUTUSAN YANG BENAR ATAU SALAH?
Menurut Lim, tidak ada keputusan yang "benar" atau "salah" dalam menyikapi perselingkuhan karena "itu sepenuhnya tergantung pada motivasi dan pola pikir masing-masing dalam upaya mereka memperbaiki hubungan". Berdasarkan sumber-sumber di internet, kata Lim, sekitar sepertiga pasangan akhirnya memutuskan mengakhiri pernikahan karena perselingkuhan.
Lim mengatakan bahwa banyak pasiennya "mengaku terkejut bahwa mereka tetap memilih mempertahankan hubungan". "Sebelum menjalin hubungan, mereka yakin tidak akan pernah memaafkan jika terjadi perselingkuhan." Alasannya, kata dia, rasa sakit hati dari perpisahan bisa jadi lebih buruk dari diselingkuhi.
"Secara tidak sadar, pasangan menjadi sangat terikat dan perpisahan dapat memicu kecemasan yang parah, sehingga menjalaninya sangat menyakitkan. Akhirnya, banyak pasangan yang memutuskan tetap bersama untuk menghindari rasa sakit ini."
Satu pertanyaan penentu yang bisa ditanyakan kepada diri sendiri setelah diselingkuhi adalah: Apakah Anda berencana mengarungi masa depan bersama dan membayangkan menua bersama? "Tanda-tanda tidak ingin mempertahankan hubungan adalah Anda tidak lagi memiliki visi berdua," kata dr. Lim.
JIKA INGIN MEMPERTAHANKAN RUMAH TANGGA, BAGAIMANA MENATA HATI?
Melakukan terapi pasangan adalah awal yang baik untuk memperbaiki hubungan. "Prosesnya memang bisa menyakitkan, pengungkapan secara blak-blakan dari pasangan yang selingkuh perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan, dan ini dapat dicapai dengan baik dengan tuntunan terapis," kata dr. Lim.
Para ahli juga bisa membantu anda mengurai masalah di masa lalu dan masa sekarang, dan menolong Anda "menemukan sumber kekuatan dalam diri yang bisa memperkuat dan memperkaya hubungan suami-istri," kata Lim. "Untuk yang memiliki anak, pasutri bisa menjajaki konseling keluarga bersama anak-anak mereka untuk memahami sudut pandang masing-masing di sebuah ruang aman."
Terapi secara individual mungkin diperlukan jika Anda atau pasangan menemui kesulitan mengatasi depresi, trauma atau kecanduan, kata dr. Suarez.
Lim mengatakan, dalam proses konseling akan didiskusikan cara mengatasi hal-hal yang menghambat pemulihan hubungan. Termasuk di antara hambatannya adalah kecurigaan yang meningkat terhadap aktivitas dan keberadaan pasangan, atau kecenderungan untuk mengungkit masalah perselingkuhan tersebut jika pasangan membuat kesalahan.
Menurut Lim lagi, terlalu bernafsu membongkar dengan rinci perselingkuhan pasangan juga akan menghambat proses pemulihan. Mempertahankan rumah tangga hanya untuk balas dendam atau menghukum pasangan yang selingkuh juga merupakan suatu hambatan. Camkanlah: Pernikahan Anda bukan drama Korea.
Sementara untuk pihak yang selingkuh, kata Lim, jangan mendesak pasangan untuk segera bisa memaafkan. Berilah waktu untuk memulihkan hati, yang masanya bisa berbeda-beda untuk setiap orang.

APAKAH ANAK PERLU TAHU?
Jika pasutri memiliki anak dan memilih mempertahankan rumah tangga demi mereka, Lim menekankan bahwa "penting untuk kedua belah pihak menyelaraskan bagaimana cara mereka akan melanjutkan hubungan".
Lim mencontohkan beberapa kasus ketika pasangan memilih tetap bersama, namun malah merusak keharmonisan suami-istri dan hubungan dengan anak-anak. Rusaknya hubungan dengan anak terjadi misalnya ketika sang anak "terjebak dalam pertengkaran orang tua karena belum tuntas dalam meluapkan kemarahan, kekecewaan dan rasa dikhianati".
Sangat penting untuk tidak mengabaikan anak-anak dalam proses pemulihan hubungan karena menganggap mereka tidak paham "masalah orang dewasa", kata Lim. "Anak-anak jauh lebih tanggap dari yang kita sadari, dan penting bagi para orang tua untuk mendukung anak-anak mereka untuk bisa melalui proses ini."
Walau anak balita mungkin masih terlalu kecil untuk memahami masalah perselingkuhan, tapi menyertakan mereka akan membantu anak-anak untuk merasa bahwa "meski ada masalah antara ibu dan ayah, cinta mereka tidak berubah," kata dr. Suarez. Dan anak-anak harus "dipahamkan bahwa mereka bukanlah penyebab adanya masalah pada orang tua, karena mungkin anak memiliki keyakinan yang salah bahwa merekalah penyebabnya".

Dr. Suarez mengatakan bahwa sangat penting untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka tanpa merasa dihakimi. "Orang tua harus bersiap untuk menjawab pertanyaan dari anak-anak secara jujur dan terbuka untuk meredam keresahan mereka tentang masa depan."
Penting juga bagi para orang tua untuk menceritakan soal pasangan mereka dengan rasa hormat dan memastikan kepada anak bahwa kasih sayang terhadap mereka tidak berubah, ujar Suarez.
Sedangkan untuk anak di bangku sekolah dasar atau SMP, orang tua akan menemui kesulitan dalam memahami emosi mereka yang kompleks. Dan yang membuatnya lebih buruk lagi, kata Lim, anak-anak itu tidak mampu mencurahkan perasaan tentang apa yang dialami kepada teman-teman mereka. "Secara tidak sengaja mereka memendam emosi negatif yang tak tersalurkan dan membawanya hingga masa dewasa, sehingga membentuk pemikiran dan keyakinan yang keliru."
Untuk anak yang lebih dewasa, dampak negatif dari orang tua yang selingkuh bisa lebih dalam lagi. "Mereka akan mengalami rasa malu, marah, dan benci akibat hilangnya rasa cinta di antara orang tua, atau bahkan tidak lagi hormat kepada orang tua yang selingkuh," kata Lim.
"Tidak hanya itu, orang tua yang selingkuh bisa merusak kemampuan anak dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan, dipengaruhi oleh pemahaman mereka soal kepercayaan dan kesetiaan yang dilihat di rumah," ujar Lim.
"Penting bagi orang tua di tengah upaya memperbaiki hubungan mereka, tetap memperhatikan anak-anak dan memberi ruang aman untuk membicarakan soal perasaan dan kebutuhan mereka dengan bahasa yang dimengerti anak-anak."

TANDA-TANDA RUMAH TANGGA YANG TAK BISA DIPERTAHANKAN
Mengutip penelitian Joh Gottman, psikolog yang khusus melakukan studi tentang hubungan manusia, Suarez memaparkan ada empat pola negatif yang berujung pada perceraian. Keempat pola itu adalah kritikan, penghinaan, sikap defensif dan keras kepala - atau dikenal dengan istilah Empat Penunggang Kuda Akhir Zaman.
"Di antara keempat pola tersebut, penghinaan adalah faktor penentu dari perceraian," kata dr. Suarez. "Penghinaan melibatkan rasa superioritas secara moral atas pihak lain untuk membuat mereka merasa tidak berharga atau dibenci."
Penghinaan tersebut dapat berbentuk verbal dan fisik, misalnya sindiran dengan kata-kata sarkastik, bersikap tidak sopan atau bahasa tubuh yang negatif seperti memutar bola mata atau lirikan sinis.
Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai bahaya merkuri bagi kesehatan para penambang emas dan keluarganya di Lombok.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.