Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Indonesia bersiap hadapi kebakaran hutan di tengah ancaman kekeringan akibat El Nino

Indonesia bersiap hadapi kebakaran hutan di tengah ancaman kekeringan akibat El Nino
Petugas pemadam kebakaran mengamati hutan yang terbakar di Riau, Indonesia pada 2019. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

JAKARTA: Indonesia bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini, seiring prediksi para ahli akan munculnya fenomena cuaca El Nino pada paruh kedua 2023.

"Kami telah melihat peningkatan tren karhutla (kebakaran hutan dan lahan), padahal kita masih dalam masa transisi dari musim hujan ke kemarau," kata Abdul Muhari, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam sebuah diskusi pada Selasa lalu (6 Juni).

Muhari mengatakan ada empat kasus kebakaran hutan dan lahan pada awal Mei lalu. Jumlahnya meningkat menjadi 16 kasus pada awal Juni. Kebakaran tersebut terjadi di beberapa bagian Sumatra dan Kalimantan, imbuh Muhari.

"Jika sudah seperti ini di masa-masa transisi musim (antara musim hujan dan kemarau), bisa kita bayangkan seperti apa kondisinya nanti di puncak musim kemarau," kata Muhari.

Selama puluhan tahun, kebakaran hutan dan lahan yang luas di Indonesia telah menyebabkan kabut asap yang tebal dan beracun. Kabut asap ini terbawa angin hingga ratusan kilometer ke negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan sebagian wilayah Thailand, berdampak buruk pada kesehatan jutaan orang.  

Kebakaran hutan dan lahan terbesar di Indonesia terjadi pada 2019. Ketika itu, data BNPB menunjukkan ada lebih dari 162.000 hektare lahan gambut dan hutan yang terbakar, melepaskan 624 juta ton karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer.

Kebakaran hutan dan lahan pada 2019 bertepatan dengan terjadinya dua fenomena cuaca yang menyebabkan kemarau berkepanjangan di Indonesia, yaitu El Nino di Samudra Pasifik dan Dipol Samudra Hindia (IOD), ketika suhu di sisi barat Samudra Hindia lebih hangat dibanding sisi lainnya sehingga mendorong udara menjauh dari Indonesia.  

Kasus kebakaran hutan dan lahan turun secara drastis dalam tiga tahun terakhir karena fenomena La Nina, yang menyebabkan curah hujan lebih tinggi. Tahun lalu berdasarkan data BNPB, kebakaran hutan dan lahan memengaruhi sekitar 20.000 hektare lahan, seperdelapan dari bencana tahun 2019.

Namun, Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorology Organization - WMO) mengatakan ada tanda-tanda fenomena cuaca panas El Nino akan muncul kembali tahun ini. Simulasi yang dibuat oleh WMO menunjukkan bahwa IOD positif juga bisa terjadi lagi dan memperparah efek kekeringan akibat El Nino.

Urip Haryoko, deputi bidang klimatologi di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan Indonesia dapat mengalami musim kemarau panjang yang bisa berlangsung hingga Maret atau April tahun depan.

"Periode terkering ... akan dirasakan pada bulan September dan Oktober," kata Urip kepada CNA, seraya menambahkan bahwa di saat itu matahari akan berada dekat dengan khatulistiwa yang membentang di sepanjang Indonesia.

Juru bicara BNPB Muhari mengatakan Indonesia akan rawan mengalami kebakaran hutan dan lahan di periode tersebut.

"Kita harus bersiap untuk kebakaran lahan dan hutan," kata Muhari.

PENCEGAHAN ADALAH KUNCI

Berbicara kepada wartawan pada sela-sela konferensi di Singapura Selasa lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Prandjaitan mengatakan tahun ini Indonesia telah mempersiapkan "dengan baik" kemungkinan terjadinya kabut asap lintas batas.

"Kami memiliki teknologi modifikasi cuaca. Tujuannya agar kami bisa membuat hujan turun lebih awal untuk mempersiapkan kolam, jadi kami punya air yang cukup untuk memadamkan api," kata Luhut.

"Kabut asap tidak lagi menjadi masalah, saya yakin."

Pemadam kebakaran di Kampar, Riau, berusaha memadamkan kebakaran penyebab kabut asap pada 23 September 2019. (Foto: AFP/Wahyudi)

Muhari selaku juru bicara BNPB mengatakan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan akan fokus pada enam provinsi, yaitu Sumatra Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Keenam provinsi ini adalah wilayah yang dianggap rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Empat provinsi di antaranya - Sumatra Selatan, Jambi, Riau dan Kalimantan Barat - telah mengumumkan status darurat kebakaran hutan dan lahan. Dengan status ini, pemerintah pusat di Jakarta bisa melakukan intervensi dan mengalokasikan tenaga kerja dan sumber daya yang diperlukan untuk memadamkan api.

Biasanya kebakaran di enam provinsi tersebut terjadi pada lahan gambut, yang sulit untuk dipadamkan. Lahan gambut terdiri dari lapisan-lapisan vegetasi dan material tumbuhan yang telah membusuk jauh di dalam tanah.

"Bahkan jika kita bisa memadamkan api di permukaan (lahan gambut), di bawah tanah apinya bisa jadi masih menyala. Kondisi ini bisa terjadi selama berbulan-bulan. Lahannya masih mengeluarkan asap walau tidak ada api yang terlihat. Inilah mengapa emisi CO2 (pada kebakaran lahan gambut) sangat besar," kata Muhari.

"Itulah mengapa kita harus mencegah kebakaran sebelum terjadi. Jika ada api, kita harus memadamkannya secepatnya sebelum menyebar lebih luas."

PERSIAPAN YANG SEDANG DILAKUKAN

Thomas Nifinluri, direktur pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa mereka bekerja sama dengan berbagai institusi lainnya untuk memadamkan kebakaran.

Salah satunya, KLHK bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengidentifikasi titik-titik api dan melakukan penyemaian awan - sebuah teknik modifikasi cuaca untuk meningkatkan kemampuan awan dalam memproduksi hujan.

"Kami akan melakukan penyemaian awan untuk menghasilkan hujan, terutama di wilayah-wilayah lahan gambut," kata Nifinluri kepada CNA. Dia menambahkan, modifikasi cuaca akan membantu lahan gambut terendam air hujan sehingga tidak mudah terbakar.

KLHK, kata Nifinluri, saat ini tengah memeriksa apakah daerah-daerah dengan risiko tinggi memiliki sumber daya manusia, peralatan dan infrastruktur yang diperlukan untuk menanggulangi kebakaran hutan dengan cepat dan efisien.

Para petugas dari KLHK, imbuh dia, juga akan melakukan patroli gabungan dengan militer dan relawan sipil jika menerima laporan adanya kebakaran hutan dari masyarakat setempat.

"Kami akan meningkatkan langkah-langkah pencegahan (kebakaran) melalui patroli di wilayah yang rentan kebakaran hutan dan lahan, sehingga jika lokasi kebakaran sudah ditemukan maka bisa ditanggulangi lebih dini," kata dia.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.  

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai pengalaman wartawan CNA menempuh perjalanan mudik dengan motor yang penuh tantangan.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement