Indonesia persiapkan 500.000 hektare lahan untuk amankan pasokan beras di tengah ancaman El Nino

JAKARTA: Pemerintah Indonesia akan mempersiapkan 500.000 hektare lahan pertanian untuk produksi padi sebagai cara mengantisipasi kemarau panjang akibat fenomena cuaca El Nino.
Dikutip dari situs Biro Pers Media dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangannya Rabu lalu (2 Agustus) mengatakan sejumlah daerah di Indonesia telah menyatakan kesiapannya dalam mempersiapkan lahan pertanian demi memastikan ketersediaan beras nasional.
“Ada enam daerah, antara lain Sumatra Utara, Sumatra Selatan, tiga (daerah) Jawa, ditambah dengan Sulawesi Selatan. Kemudian penyangganya adalah Kalimantan Selatan, NTB, Banten, dan Lampung.Â
"Saya yakin kalau ini bisa bergerak 500 ribu hektare, kemungkinan imbas dari El Nino itu kita bisa kendalikan dengan baik,” kata dia, seraya menambahkan bahwa komitmen bersama dari pemerintah daerah menjadi salah satu langkah penting dalam persiapan menghadapi El Nino.
Pada rapat membahas ketersediaan dan keterjangkauan beras nasional di hari yang sama, Presiden Joko Widodo menginstruksikan jajarannya untuk mempersiapkan dan memastikan ketersediaan beras.
Ini bukan kali pertama Indonesia meluncurkan proyek pertanian yang ambisius. Pada 2020, Indonesia mulai meluncurkan proyek lumbung pangan yang diperkirakan memiliki luas hingga 770.000 hektare, lebih dari 10 kali luas Singapura, berdasarkan laporan Reuters. Proyek ini bertujuan untuk mengatasi ketergantungan impor pangan Indonesia.
Proyek serupa sebelumnya pernah diluncurkan pada pertengahan 1990-an, yaitu Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektare yang ingin mengubah lahan gambut di Kalimantan Tengah menjadi persawahan. Proyek ini gagal karena ternyata lahan gambut tidak cocok untuk menanam padi.
Diberitakan Tempo, Menteri Syahrul mengklaim telah memetakan risiko dampak El Nino yang akan mencapai puncaknya dari Agustus hingga September tahun ini terhadap pasokan beras Indonesia.Â
"Kami telah mengantisipasi sekitar 300.000 ton hingga 1,2 juta ton defisit produksi beras," kata Syahrul.
Dengan tambahan 500.000 hektare lahan untuk produksi beras, Syahrul mengaku optimistis mereka mampu mengendalikan dampak dari El Nino pada pasokan pangan nasional, terutama beras.
Tempo yang mengutip laporan Kementerian Pertanian memberitakan bahwa pasokan dan harga beras saat ini masih terjaga.
Syahrul mengatakan bahwa sampai September 2023, pemerintah masih memiliki 2,7 juta ton stok beras.
"Setiap bulan masih ada panen di atas 800 ribu hektare, itu menghasilkan cukup untuk kebutuhan kita setiap bulannya di atas 2 jutaan (ton),” jelas Syahrul.
Dalam webinar Rabu pekan lalu, pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menjelaskan bahwa beras adalah cadangan pangan penting di Indonesia saat menghadapi ancaman cuaca buruk karena dominasinya yang kuat.
”Beras itu adalah pangan yang tingkat partisipasinya 100 persen, dari Sabang (Aceh) sampai Serui (Papua) tergantung pada beras,” ujar Khudori, seperti dikutip dari Kompas.
Pada 12 Juli lalu, Menteri Syahrul mengatakan lahan 500.000 hektare diperkirakan dapat memproduksi gabah kering sekitar 3 juta ton, yang setara dengan sekitar 1,5 juta ton beras, berdasarkan laporan kantor berita Antara.
Sementara untuk mengantisipasi kekurangan pangan akibat kekeringan yang dipicu El Nino, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada 27 Juli lalu mengatakan bahwa pemerintah pusat telah mengalokasikan dana lebih dari Rp8 triliun untuk bantuan sosial demi mengendalikan harga.
Seperti halnya Indonesia, negara-negara lain di kawasan juga berupaya mengatasi dampak buruk akibat pola cuaca El Nino.
Di Malaysia, para petani melakukan strategi tanam dengan memasang lembaran plastik anti-ultraviolet di atas lahan pertanian untuk mencegah panen buruk akibat serangan udara panas.
Negara-negara di Asia Tenggara juga bersiap mengadapi tingginya risiko kemunculan kabut asap lintas batas dalam beberapa bulan ke depan. Fenomena ini telah menjadi masalah tahunan di kawasan Asia Tenggara.
Di Filipina, Presiden Ferdinand Marcos Jr yang juga menjabat menteri pertanian, Juni lalu memerintahkan seluruh lembaga pemerintahannya menerapkan langkah-langkah penghematan air untuk menghadapi kemarau panjang akibat El Nino.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa mereka bersiap untuk peningkatan penyebaran penyakit akibat virus seperti demam berdarah, Zika dan chikungunya yang biasa muncul di tengah El Nino.
"Kami bahkan memperkirakan adanya peningkatan penyakit menular karena meningkatnya suhu udara," ujar Maria Neira, Direktur Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO, kepada wartawan pada Juni lalu.
Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai bahaya merkuri bagi kesehatan para penambang emas dan keluarganya di Lombok.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.