Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Stroke pada usia 30-an: Mengapa generasi muda kini rentan mengalaminya?

Stroke pada usia 30-an: Mengapa generasi muda kini rentan mengalaminya?
Johnny Woo (kanan) bersama istri, pernah alami stroke ketika staycation tiga tahun lalu. (Ili Nadhirah Mansor/TODAY)

•    Data terbaru menunjukkan, jumlah orang usia dewasa muda dan paruh baya yang menderita stroke semakin meningkat
•    Peningkatan tersebut disebabkan berbagai faktor seperti stres, tekanan darah tinggi, diabetes dan obesitas, yang kian banyak diderita anak-anak muda 
•    Penyintas stroke di usia muda berpotensi lebih besar untuk pulih, namun ada banyak yang harus dihadapi pasca stroke 
•    Mereka juga sangat rentan terkena kondisi medis lainnya, seperti gangguan kognitif dan demensia
•    Seorang warga Singapura ini menceritakan bagaimana tekanan darah tingginya menyebabkan stroke di usia 30-an

SINGAPURA: Sebelumnya, kehidupan Johny Woo Jia Ying hanya sebatas bekerja demi mendapatkan promosi jabatan dan mengumpulkan kekayaan. Namun, kehidupannya berubah total setelah melewati masa stroke yang dideritanya pada tiga tahun yang lalu.

Kini, resolusi tahun baru pria 39 tahun asal  Singapura ini hanya ingin "tetap hidup" dan sehat selalu.

Pada Maret 2021, pembuluh darah otaknya pecah saat staycation di sebuah hotel di Singapura.

Dia divonis mengidap stroke hemoragik, dan saat itu, dia masih berumur 36 tahun. 

Kepada Today, para dokter menyampaikan bahwa jumlah kasus stroke meningkat di kalangan masyarakat usia dewasa muda dan paruh baya. 

Mengenang betapa hidupnya telah berubah drastis sejak terserang stroke, Woo ingin anak-anak muda tahu bahwa penyakit ini bisa terjadi di segala usia.  

"Jangan kira Anda tidak akan terkena stroke karena masih muda. 

"Dulu, saya juga berpikir seperti itu bahwa stroke hanya terjadi saat tua, tapi siapa yang mengira saya ternyata terkena stroke sebelum berusia 40 tahun?" ucapnya, menjelaskan bagaimana stroke menyadarkan dirinya untuk menjaga kesehatannya.

Sebelum stroke, dia seringkali acuh terhadap kesehatannya — dia punya darah tinggi, gaya hidup yang super sibuk dan gemar minum alkohol.

"Apa saya menyesal? Tentu. Tapi untuk saat ini, saya harus move on," terangnya. 

Tiga tahun setelah stroke, Woo masih mengalami kelemahan dan mati rasa di bagian kanan tubuhnya. Ia juga mulai mengalami kesulitan mengingat beberapa hal. Dia bekerja sebagai eksekutif di dewan hukum.

Dia berkata, "Dulu, saya berharap naik jabatan, supaya gaji bertambah — (target) itu semua standar dan klise sekali.

"Tapi setelah terkena stroke, saya cuma berharap agar bisa tetap hidup dan sehat selalu, begitu juga dengan orang di sekitar saya agar mereka tetap sehat." 

Tonton bagaimana Johnny Woo derita stroke saat staycation: 

PASIEN STROKE DI USIA 20 HINGGA 40-AN SEMAKIN BERTAMBAH

Ada dua jenis penyakit stroke:

•    Stroke hemoragik menyumbang sekitar seperlima dari semua kasus stroke yang ada
•    Sisanya adalah stroke iskemik, yang terjadi jika suplai darah tidak lagi cukup mengalir ke otak

Mungkin orang dewasa muda dan paruh baya merasa mereka aman-aman saja dari penyakit stroke.

Namun, hal itu bisa saja dialami di segala usia dan statistik menunjukkan bahwa penyakit tersebut semakin banyak dialami oleh anak muda.

Berdasarkan data terkini dari Laporan Catatan Stroke Tahunan di Singapura (Singapore Stroke Registry Stroke Annual Report) yang terbit November 2023 lalu, dr. Alfred Seng menjelaskan bahwa tingkat pasien muda penderita stroke meningkat setiap tahunnya meskipun jumlah mereka relatif kecil dibandingkan pasien berusia 60 hingga ke atas.

Sebagai contoh, angka kejadian stroke pada kelompok usia 40-49 tahun meningkat dari 73,4 menjadi 97,5 per 100.000 orang. Hal ini mencerminkan peningkatan sebesar 33 persen dalam kurun waktu 10 tahun (dari 2011 hingga 2021).

Bagi mereka yang berada dalam kelompok usia yang sama dengan Woo (30-39 tahun), tingkat kejadian stroke mengalami peningkatan hampir 50 persen, dari 17,8 menjadi 26,4 per 100.000 orang selama periode yang sama. 

Dr. Seng merupakan konsultan rehabilitasi penyakit stroke di Seng Hospital. Dia juga merupakan anggota komite eksekutif di Singapore National Stroke Association.

Asosiasi ini merupakan support network (jaringan pendukung) bagi para penyintas stroke dan penjaga mereka. Asosiasi tersebut sudah membantu lebih dari 800 penyintas stroke, 28 di antaranya berusia 40 tahun ke bawah. 

Bahkan, penyintas stroke termuda berusia 22 tahun, kata Dr Seng. 

MENGAPA ANAK MUDA BISA TERKENA STROKE?

Dokter menjelaskan bahwa peningkatan jumlah penderita stroke kalangan anak muda disebabkan faktor-faktor risiko seperti diabetes, hipertensi (tekanan darah tinggi), hiperlipidemia (kolestrol tinggi) dan obesitas. Namun, sebagian besar faktor-faktor tersebut masih dapat diatasi dengan mengubah gaya hidup atau menjalani pengobatan yang dapat mengontrol kondisi tersebut. 

Dr. Kaavya Narasimhalu, konsultan dari National Neuroscience Institute, tempat Woo mendapatkan perawatan intensif, menyatakan bahwa saat ini banyak orang yang memiliki faktor risiko tersebut di usia muda. 

Dia mengatakan bahwa, pada kelompok usia dewasa muda, faktor risiko terbesar stroke adalah hipertensi dan kebiasaan merokok. 

Riset menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko terkena stroke hingga empat kali lipat. 

Menurut World Stroke Association, mereka yang merokok 20 batang sehari juga enam kali lebih rentan terkena stroke dibandingkan dengan mereka yang bukan perokok. 

Selain itu, ketakutan akibat beredarnya kabar bohong soal pengobatan penyakit kronis membuat pasien enggan menjalani perawatan demi menekan faktor risiko stroke mereka.  

Dr Kaavya berkata: "Banyak orang di sini yang takut minum obat. 

"Mereka mungkin berpikir 'Saya punya hipertensi (tapi) itu tidak masalah bagi saya, jadi tidak perlu saya mengobatinya'. 

"Mereka bukan hanya tidak mau tahu, dan walaupun mereka tahu mereka punya (kondisi medis) itu, mereka tidak berniat ingin mengobatinya. Itu dia yang menjadi masalah besarnya." 

Dia menambahkan: "Kelihatannya agak sedikit keras kepala sekali jika jawabannya, 'saya tahu tekanan darah saya tinggi tapi biarkan saja'. 

"Sebaiknya kita lebih memilih untuk mencegah (stroke) daripada mengobatinya ketika sudah terjadi."

Stres juga bisa menyebabkan peradangan pada tubuh. Hal itu juga bisa menyebabkan penumpukan plak-plak pada arteri dan dapat meningkatkan risiko terkena stroke."

Gaya hidup penuh stres juga berisiko terkena stroke.

Sebuah penelitian, yang diterbitkan pada 2022 di jurnal medis Jama Network Open, melihat adanya hubungan antara stres psiko-sosial yang dialami pasien selang 12 bulan sebelum serangan stroke dengan meningkatnya faktor risiko stroke hemoragik atau iskemik.

Berdasarkan studi tersebut, dr. Zhao Yi Jing, ahli saraf dari Zhao Neurology and Headache Clinic di Mount Elizabeth Hospital, menjelaskan bahwa stres bisa mengakibatkan perubahan dalam tubuh dan dapat menyebabkan munculnya penyakit kardiovaskular, termasuk peningkatan pada tekanan darah.

"Stres juga bisa menyebabkan peradangan dalam tubuh dan itu bisa mengakibatkan penumpukan plak-plak pada arteri dan dapat meningkatkan risiko terkena stroke," tambahnya. 

Dr Kaava mengatakan bahwa stres juga bisa menjadi faktor risiko tidak langsung, yang dapat menyebabkan seseorang terkena stroke. 

"Ketika kita stres, kita cenderung melakukan hal yang tidak baik untuk diri kita, seperti merokok, meminum alkohol atau menyantap makanan berlemak," paparnya. 

BAGAIMANA STROKE DAPAT TERJADI

Menurut Woo, dia sudah memiliki faktor risiko stroke sejak tahun 2015. 

Saat itu, pemeriksaan kesehatan untuk kondisi medis yang berbeda menunjukkan bahwa dia memiliki tekanan darah tinggi. Namun, dia tidak melanjutkan pemeriksaan meskipun sudah mengetahui tekanan darahnya sudah tidak lagi normal. 

"Saya tidak begitu suka pergi ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan," katanya. 

Selain dia suka mengkonsumsi makanan yang mengandung garam tinggi seperti sosis dan kaki babi, Woo juga suka minum alkohol. 

Dulu, dia juga mudah cemas dan stres. Menurutnya, hal itulah yang menyebabkan dirinya terkena stroke. 

Beberapa hari sebelum kejadian, Woo mengalami sakit kepala yang dia anggap karena terlalu letih bekerja. 

Saat itu dia sedang staycation bersama istrinya. Dia mulai mengalami merasa lunglai dan lemah di tubuh bagian kanan. Dan dia juga mengalami kesulitan dalam mengetik huruf. 

"Bahkan, saat itu, saya masih mencoba meyakinkan diri bahwa saya hanya kelelahan," ujarnya. 

"Tapi ketika saya coba berdiri, kaki kanan saya gemetaran, lalu saya pingsan. Saat itu, saya sudah tidak bisa berbicara lagi." 

Koh Yu Fang, 34, yang merupakan istri Woo dan bekerja sebagai bendahara, bercerita bahwa dia tahu kalau itu stroke ketika dia melihat wajahnya terkulai. Dengan segera, dia pun memanggil ambulans untuk datang. 

"Saya bukan tenaga medis, tapi saya sangat berterima kasih kepada Health Promotion Board dan media karena telah memberikan edukasi mengenai gejala-gejala stroke.

"Petugas medis dan dokter bilang untungnya, reaksi saya cepat (dan langsung memangil ambulans)," tambahnya.

MENGAPA PENANGANAN SEGERA PENTING

Waktu sangatlah penting ketika kita menangani pasien stroke. "Sel-sel otak akan mati ketika kekurangan oksigen," dr. Zhao menjelaskan.

"Jika orang tersebut berhasil tiba di UGD (Unit Gawat Darurat) selang beberapa jam sejak gejala awal stroke muncul, penanganan dini dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat keparahan stroke," kata Dr Seng. 

Dr. Kaava menjelaskan bahwa pasien stroke iskemik memiliki jeda waktu yang relatif singkat (narrow window) - sekitar 4,5 jam, untuk dapat diberikan obat pengencer darah yang menyumbat saluran pembuluh darah.  

Untuk penderita stroke hemoragik, penanganan dilakukan untuk menurunkan tekanan darah secepat mungkin supaya pendarahan di otak dapat berkurang.

"Biasanya pada penderita stroke, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk memulihkan penderita jika jeda waktu telah terlewat.

"Jadi, cara terbaik menangani (stroke) adalah dengan mencegahnya," tambah dr. Kaavya. 

"Biasanya upaya rehabilitasi yang dilakukan pada penderita stroke adalah melatih area otak lain yang tidak rusak untuk mengambil alih fungsi area yang rusak." 

FAST: KENALI TANDA-TANDA STROKE YANG SERING MUNCUL

Stroke termasuk ke dalam kondisi darurat karena ada jutaan sel otak yang akan mati jika tidak ditangani dengan cepat.

Kenali tanda-tandanya dengan menggunakan metode FAST:

F – Face (wajah mati rasa di satu sisi wajah)
A – Arm (salah satu lengan mati rasa atau lemah)
S – Speech (misalnya: bicara cadel, kesulitan berbicara dengan jelas atau memahami ucapan)
T – Time (waktunya menelepon nomor darurat) 

Selain itu, gejala stroke dapat berupa penglihatan ganda (double vision) atau kehilangan penglihatan di satu sisi, kesulitan menelan atau ketidakseimbangan saat berjalan. 

Perlu diketahui bahwa sebagian orang mengalami 'mini stroke', atau serangan iskemik transien awal, di mana gejalanya akan hilang dalam waktu 24 jam saja.

Segera cari pertolongan medis dan jangan abaikan gejalanya meskipun Anda sudah merasa membaik, karena serangan ini sering kali menjadi peringatan pertama bahwa stroke akan terjadi. 

Sumber:
Dr. Alfred Seng, anggota badan eksekutif di Singapore National Stroke Association
Dr. Zhao Yi Jing, ahli saraf di Zhao Neurology and Headache Clinic di Mount Elizabeth Hospital

Collapse
Pada umumnya, anak muda lebih mudah untuk sembuh total dari penyakit stroke ketimbang orang yang lebih tua. Meski demikian, perlu diketahui bahwa anak muda masih harus menghadapi gejala sisa seperti kecacatan selama beberapa dekade ke depan."

TANTANGAN BAGI PENYINTAS STROKE DI USIA MUDA

Meskipun penyintas di usia muda punya potensi besar untuk pulih total daripada mereka yang di usia tua, namun mereka cenderung sulit membiasakan diri untuk menjalani kehidupan yang berbeda pasca stroke. 

Menurut dr. Seng, "Orang dewasa muda tergolong fase produktif, di mana mereka mulai membangun keluarga dan karier."

"Mereka juga memainkan peranan penting sebagai pasangan atau orang tua dan menghidupi tanggungan mereka."

Dia menambahkan bahwa dalam beberapa kasus, depresi biasanya muncul pada sekitar sepertiga penyintas stroke. Kondisi mental ini kerap diasosiasikan dengan menurunnya fungsi tubuh pasca stroke dan meningkatnya tingkat kematian.  

Dr. Kaavya berkata: "Pada umumnya, anak muda lebih mudah untuk sembuh total dari penyakit stroke ketimbang orang yang lebih tua. Meski demikian, perlu diketahui bahwa anak muda masih harus menghadapi gejala sisa seperti kecacatan selama beberapa dekade ke depan daripada orang yang lebih tua." 

Dia menambahkan, sekitar 30 persen dari pasien akan mengalami gejala kognitif pasca stroke. 

Mulai dari gangguan kognitif ringan hingga demensia. Gejala ini dapat memengaruhi aspek kehidupan seseorang seperti ingatan, pemikiran, perencanaan, rentang bahasa dan perhatian. 

Woo menjalani rehabilitasi hingga berbulan-bulan, melatih dirinya untuk berbicara, makan, berjalan dan pergi ke kamar mandi dengan mandiri. 

Dia terus mengalami efek sampingnya. Misalnya, saat ini dia memerlukan waktu yang panjang untuk mengingat sesuatu dan berbicara dengan begitu lambat. 

Karena pita suaranya mati rasa, dia tidak bisa lagi menyanyikan lagu-lagu favoritnya. Dia tidak bisa lagi berlari. Angkat berat juga sudah tidak mungkin lagi.

Ia tampak sedih ketika membicarakan tentang kegiatan yang tidak bisa dia lakukan lagi. Dia berkata: "Saya bilang ke teman-teman saya kalau saya sekarang setengah pria.

"Sebagai lelaki dalam rumah tangga, saya seharusnya memimpin, tapi karena itu (efek samping dari stroke), saya tidak bisa melakukan beberapa hal. Jadi saya merasa tidak lagi menjadi lelaki yang seutuhnya.

"Contohnya, saya tidak bisa lagi mengangkat barang-barang yang berat. Saya merasa tidak enak melihat istri saya mengambil peran itu. Kadang-kadang, saya masih berusaha membantunya sebisa saya dengan tangan kiri." 

Koh malah tidak merasa demikian. Bahkan, dia selalu memberitahu suaminya untuk tidak berpikiran seperti itu. Ketika ditanya mengenai kesembuhannya, dia menjawab: "Dengan bersabar dan kasih sayang, tidak ada yang mustahil."

Terlepas dari rintangan yang dihadapinya, saat ini Woo telah berhasil mengubah gaya hidup dan pola makannya. 

Dia berkata, "Ketika saya bangun di ruang perawatan intensif, saya bicara pada diri saya, 'Jangan lagi minum alkohol'."

Sekarang dia telah menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang, dan rutin mengecek tekanan darahnya. 

Sekarang dia juga sudah paham bagaimana mengendalikan emosi dengan baik.

"Ketika situasi tidak berjalan sesuai dengan yang saya inginkan, saya biasanya mudah kesal dan marah. 

"Sekarang saya sudah jauh lebih tenang; bahkan saya merasakannya di otak saya karena ... kini kepala saya sudah tidak lagi terasa 'tegang'."

Selain memiliki keluarga dan pasangan yang peduli, dia juga sembuh berkat dukungan yang ia dapatkan dari atasannya sehingga ia bisa kembali bekerja dengan cepat. 

"Bekerja mendorong saya untuk mengingat-ingat. Pastinya hal itu mendorong otak saya bekerja dan membantu pemulihan saya." 

Woo juga punya harapan untuk memulai keluarga di tahun ini. 

"Ada banyak hal yang harus kami tunda setelah terkena stroke. Saat ini, saya dan istri saya sedang mencoba untuk memiliki anak. Semoga tahun ini (Tahun Naga) dikaruniai anak," ungkapnya, merujuk pada hewan shio Tahun Baru Tiongkok di tahun 2024.

Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini. 

Source: TODAY/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement