Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Nestapa pesepak bola Indonesia setelah pensiun: Terpaksa jual medali untuk berobat

Pengamat mengatakan, perbaikan pada ekosistem sepakbola Indonesia seharusnya tidak hanya berkutat pada masalah infrastruktur dan peraturan keselamatan, tetapi juga tentang kesejahteraan pemain setelah mereka pensiun.

Nestapa pesepak bola Indonesia setelah pensiun: Terpaksa jual medali untuk berobat
Mantan pesepak bola nasional Indonesia, Kurnia Meiga, sedang diperiksa dokter karena mengalami masalah penglihatan. (Foto: Facebook/Erick Thohir)

JAKARTA: "Dijual. Semua atribut sepak bola saya."

Kalimat itu tertera di biografi akun Instagram mantan pesepak bola nasional Kurnia Meiga, yang kemudian memicu perhatian di seluruh Indonesia dalam beberapa pekan terakhir.

Mantan penjaga gawang berusia 33 tahun itu mengalami masalah penglihatan dan butuh uang untuk berobat.

Dia kemudian ingin menjual seluruh memorabilia sepak bola miliknya, seperti medali-medali dan kostum, untuk menutupi ongkos pengobatannya. Pada salah satu postingannya di Instagram, Kurnia mengunggah sebuah video yang menunjukkan medali-medali yang pernah dia menangkan untuk dijual.

Permohonan tersebut menarik perhatian Erick Thohir, ketua umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), yang langsung mengambil tindakan.

Erick, yang baru ditunjuk menjadi ketua PSSI tiga bulan lalu, kemudian mengirim dokter untuk mengecek kondisi Kurnia.

Dalam postingan di Instagram pada 21 Mei, Erick mengatakan tim medis telah mengunjungi mantan atlet sepak bola nasional itu untuk memeriksanya.

"Mohon kepada seluruh masyarakat dan pecinta sepak bola agar mendoakan kesembuhan mantan kiper legendaris tim nasional Indonesia," kata Erick, yang juga menjabat menteri BUMN, di salah satu postingan Instagramnya.

Walau kasus pesepak bola Indonesia mengalami kesulitan hidup usai pensiun bukan hal yang baru, namun kisah Kurnia menjadi pembicaraan di mana-mana.

Kisah perjuangan hidupnya mencuat di saat Indonesia berupaya memperbaiki ekosistem sepak bola, menyusul tragedi maut di stadion Malang Oktober tahun lalu yang menewaskan 135 orang.

Di tengah pembahasan mengenai perbaikan PSSI, stadion dan peraturan keselamatan, nasib pensiunan atlet di negara yang menggandrungi sepak bola ini belum pernah diangkat.

Pengamat mengatakan, perbaikan pada ekosistem sepakbola Indonesia seharusnya tidak hanya berkutat pada masalah infrastruktur dan peraturan keselamatan, tetapi juga memikirkan tentang kesejahteraan pemain setelah mereka pensiun.

MASALAH LAMA

Sebelum pensiun dari dunia sepak bola profesional enam tahun lalu di usia 27 karena masalah kesehatan, Kurnia adalah seorang bintang.

Dia menghabiskan karier usia dewasanya bersama klub sepak bola populer asal Malang, Arema FC.

Semua perhatian saat ini memang tertuju kepada Kurnia, tapi dia bukan satu-satunya mantan pemain bola yang jadi pemberitaan karena hidup susah setelah pensiun.

"Ada mantan pesepak bola yang benar-benar menderita setelah mereka berhenti bermain," kata ketua komisi disiplin PSSI Erwin Tobing.

Mantan pesepak bola Anang Ma'ruf, contohnya, ramai dibicarakan pada 2015 setelah jatuh miskin.

Atlet sepak bola yang bermain untuk beberapa klub termasuk rival Arema FC, Persebaya Surabaya, itu pensiun pada 2013 ketika masih dalam kondisi fit di usia 30-an.

Anang kemudian memutuskan berinvestasi pada sebuah bisnis di Bali, tetapi gagal dan dia kehilangan seluruh uangnya.

Dia sempat menjadi pengemudi ojek online pada 2015 sampai walikota Surabaya merekrutnya menjadi staf pada dinas olahraga setempat.

Pada kasus lainnya, mantan kiper nasional tim U-18 Dedek Hendri, yang memulai karier dengan klub sepak bola lokal di Provinsi Riau, juga mengalami masa-masa sulit setelah pensiun. Dedek berakhir menjadi pecandu narkoba dan begal. 

Dan bekas pemain bola nasional Alexander Pulalo, yang aktif antara 1993 dan 2011, menjadi sopir setelah berhenti dari dunia sepak bola.

Erwin Tobing dari PSSI kepada CNA mengatakan, kehidupan para atlet setelah pensiun dari sepak bola profesional bukanlah tanggung jawab pemerintah.

"Sejujurnya, kami tidak bisa mengurusi semua mantan pemain. Mereka bukan lagi tanggung jawab pemerintah, tapi pada beberapa kasus, kami bisa membantu," kata dia.

Karena itulah, Erwin menyerukan para pesepak bola untuk lebih bijaksana dan merencanakan masa depan mereka saat masih aktif bermain sepak bola.

Klub sepak bola, tambah Erwin, juga bisa membantu dengan mengingatkan para pemain untuk mempersiapkan rencana pensiun dan memberikan mereka asuransi.

"Klub harus lebih profesional. Semuanya tergantung kepada klub dan pemain itu sendiri," kata Erwin.

Tim sepak bola Indonesia pada SEA Games di Phnom Penh, Kamboja, pada 16 Mei, 2023. (Foto: Reuters/Chalinee Thirasupa)

CEDERA BERUJUNG PENSIUN DINI

Kurnia pensiun di usia 27 tahun karena masalah dengan penglihatannya.

Kepada media lokal, dia mengaku terpaksa menjual memorabilia sepak bola miliknya karena sudah tidak bekerja dalam enam tahun terakhir dan harus menghidupi istri dan anak-anaknya.

Walau atlet sepak bola bisa bermain secara profesional di usia pertengahan 30-an atau lebih dari itu, namun sering kali mereka terpaksa harus pensiun karena cedera.

Di Indonesia, mantan pesepak bola nasional Firmansyah pensiun di usia 28 tahun karena cedera di kaki kanannya. Sementara Mauly Lessy pensiun di usia 33 tahun karena cedera pada lutut dan telapak kaki.

Tidak seperti pegawai negeri di Indonesia, tidak ada lembaga yang bertanggung jawab untuk masa depan pesepak bola, kata pengamat sepak bola Justinus Lhaksana.

Namun, mantan pelatih utama tim futsal nasional dan komentator di beberapa pertandingan ini mengatakan, sekarang atlet sepak bola di Indonesia mendapatkan gaji besar jika bermain untuk klub di liga teratas. 

"Mereka sekarang bisa mendapat lebih dari 1 miliar rupiah (US$66.745) per musimnya," kata Justinus.

"Bahkan pemain seperti Kurnia Meiga, yang bergabung di klub papan atas dan bermain 10 tahun lalu, sudah mendapatkan upah yang besar."

Pakar sepak bola asal Jakarta yang dikenal dengan nama Coach Justin ini mengungkapkan, atlet seperti Kurnia saat itu bisa mendapatkan 600 juta sampai 800 juta rupiah per musimnya, belum termasuk bonus.

"Tapi masalahnya adalah, saya tidak yakin klub-klub di Indonesia telah mengarahkan mereka untuk berinvestasi bagi masa depan yang lebih baik."

"Walau ada banyak klub sepak bola, tapi sedikit yang melakukan itu," kata dia.

Selain itu, Coach Justin meyakini tidak adanya kesadaran finansial di antara keluarga para atlet sepak bola.

"Jika mereka masih muda dan datang dari keluarga yang tidak kaya, mereka akan bersikap seperti orang kaya baru," kata dia.

"Mereka cenderung bergaya hidup konsumtif tanpa berpikir bahwa jika cedera, maka karier mereka akan tamat."

Pesepak bola Indonesia Asnawi Mangkualam (kiri) berebut bola dengan atlet Vietnam Phan Van Duc dalam pertandingan semifinal Piala AFF 2022 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Indonesia, pada 6 Januari 2023. (Foto: AP/Achmad Ibrahim)

KLUB YANG TIDAK PROFESIONAL

Coach Justin juga menyoroti klub-klub sepak bola di Indonesia yang tidak seprofesional klub di luar negeri.

"Tidak ada skema bagi pemain jika terjadi sesuatu yang buruk, misalnya ada asuransi," kata dia.

"Ini juga kesalahan klub. Tapi di sisi lain, banyak klub yang anggarannya terbatas. Masalahnya adalah, setiap wilayah ingin punya klub sendiri. Tapi mereka tidak bisa mengelolanya."

Ali Rifki, manajer Arema FC dari 2021 hingga 2022, mengatakan dia dan manajemen klub telah memberikan bantuan lebih lanjut kepada Kurnia Meiga.

"Secara pribadi saya selalu katakan kepada para pemain untuk bisa mengelola keuangan mereka secara bijaksana."

"Akan lebih baik jika mereka punya bisnis sampingan, jadi mereka masih ada pemasukan setelah pensiun," kata dia kepada CNA.

Tapi tidak semua pemain berakhir nestapa setelah pensiun dari dunia sepak bola profesional.

Mantan pemain sepak bola nasional Djadjang Nurdjaman menjadi pelatih setelah gantung sepatu, mengakhiri 15 tahun kariernya bermain di lapangan.  

Kariernya sebagai pelatih bahkan lebih lama lagi. Dia telah melatih beberapa klub sepak bola papan atas Indonesia seperti Persib Bandung dan Persebaya Surabaya.

"Setelah pensiun sebagai pemain, saya berharap bisa menjadi pelatih karena saya masih ingin berada di industri sepak bola," kata pria 64 tahun ini.

Dia sudah tidak melatih dalam beberapa bulan terakhir, namun Djadjang mengatakan telah menandatangani kontrak baru dengan sebuah klub di Lamongan, Jawa Timur dan akan segera melanjutkan melatih.

"Saya ingin mengingatkan para pemain untuk bisa menabung, karena gaji mereka berbeda-beda."

"Beberapa pemain mendapat gaji yang besar, sementara yang lainnya tidak. Itulah mengapa mereka harus menabung," kata dia kepada CNA.

PERBAIKAN KESEJAHTERAAN PEMAIN

Walau kehidupan pemain setelah pensiun bukan tanggung jawab Kementerian Pemuda dan Olahraga atau PSSI, pengamat kepada CNA mengatakan asosiasi sepak bola dapat membuat skema yang menjamin agar masa depan pemain bisa lebih baik.

Langkah ini dapat dilakukan karena pemerintah ingin memperbaiki ekosistem sepak bola di Indonesia.

Tommy Apriantono, dosen ilmu keolahragaan Institut Teknologi Bandung, mengatakan seluruh atlet harus didorong agar memiliki gelar sarjana.

"Sehingga setelah pensiun, mereka masih dapat memenuhi kebutuhan hidup," kata Tommy.

Dia mengatakan, memiliki gelar sarjana akan meningkatkan peluang mereka mendapatkan kerja setelah pensiun dari dunia olahraga, agar ada pemasukan untuk hidup dengan nyaman.

Beberapa negara seperti AS dan Jepang, tambah Tommy, telah mendorong hal ini terhadap para atlet mereka.

"Michael Jordan, contohnya, kuliah di universitas. Dan di Jepang, banyak pesepak bola lulus dari universitas."

"Tapi di sini, mereka tidak memikirkan pensiun. Seharusnya itu menjadi bagian dari manajemen industri sepak bola," kata Tommy.

Menurut dia, cara termudah melakukannya adalah merancang sistem yang mengharuskan pemain menyisihkan sebagian gajinya untuk dana pensiun di saat mereka masih aktif bermain.

Sesi latihan para pemain klub Persija Jakarta di Sawangan pada 31 Mei 2023. (Foto: CNA/Danang Wisanggeni)

Sementara itu, pengamat sepak bola Coach Justin mengatakan PSSI harus mengingatkan klub bahwa mereka bertanggung jawab untuk kesejahteraan pemain dan memberikan mereka asuransi.

"Tetapi apakah klub akan mengikuti anjuran itu atau tidak, saya tidak yakin," kata dia.

"Semuanya butuh waktu. PSSI bukan tukang sulap. Perlahan mereka akan memperbaiki sistem agar sepak bola menjadi industri yang menarik bagi perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi."

Situasi sepertinya akan segera membaik untuk para pensiunan pesepak bola.

Pada kongres PSSI pada 28 Mei lalu, Erick Thohir mengatakan bahwa mereka akan membentuk yayasan yang bisa mengakomodir para pensiunan pesepak bola.

Rincian rencana itu belum diungkapkan, tapi Erick mengatakan: "Kita akan membentuk sebuah yayasan, di mana yayasan ini akan membantu individu-individu sepak bola, pahlawan-pahlawan seperti Kurnia Meiga, ataupun yang lain."

“Kami berharap ini menjadi sebuah terobosan dari kami, bahwa kami peduli terhadap pahlawan-pahlawan yang sudah berkorban untuk sepak bola kita," kata Erick.

Dalam perkembangan terbaru kasus Kurnia Meiga, Erick Thohir menulis pada unggahannya di video Instagram 31 Mei lalu bahwa dia akan mencarikan alat bantu penglihatan untuk mantan pemain sepak bola nasional itu.

Video tersebut memperlihatkan Kurnia tengah diperiksa oleh tim medis yang kemudian menjelaskan kondisinya.

Terekam juga Erick Thohir berada bersama Kurnia Meiga dan keluarganya.

"Insya Allah, kita bisa bantu (Kurnia Meiga) menjadi pengusaha. Kami ingin mencari franchise (untuk dia bekerja)."

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.
  
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai pesona observatorium tertua di Indonesia yang redup karena polusi cahaya.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement