Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Diskon di mana-mana, tapi pembeli tak lagi antusias. Apa sebabnya?

Diskon di mana-mana, tapi pembeli tak lagi antusias. Apa sebabnya?
Dalam beberapa tahun terakhir, diskon semakin sering digelar, sehingga antusiasme pembeli pun kian memudar, jika tidak bisa dikatakan hilang sama sekali. (REUTERS/David Gray/File Photo)

TODAY: Kamu masih ingat, masa ketika pengumuman diskon langsung diserbu dengan antisias pembeli yang begitu besar? Belakangan ini, tampaknya "promo besar-besaran" ada di mana-mana, namun pembeli tidak menyambutnya dengan penuh antusias.

Sepertinya, konsep diskon besar tidak lagi mampu menarik minat pembeli sebesar dahulu. Tetapi, bagaimana hal ini bisa terjadi?

Promosi penjualan berupa diskon atau obral dari suatu produk sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan pembelian sekaligus membuat stok lama laku terjual. 

Potongan harga besar-besaran biasanya dilakukan untuk secara cepat menarik minat pembeli yang membeli produk sebagai pemenuhan kepuasan instan (instant gratification), sebuah fenomena psikologi yang mengacu pada keinginan manusia untuk mendapatkan kepuasan secara segera tanpa menunggu. 

Dahulu, daya tarik pada suatu promo atau diskon terletak pada jarangnya hal itu terjadi, yakni hanya terjadi selama satu atau dua kali dalam setahun dan biasanya menjelang musim liburan. Produk yang didiskon juga terkurasi secara cermat, sehingga ketika promo digelar, pembeli menyerbunya dengan antusias. 

Namun dalam beberapa tahun terakhir, diskon semakin sering digelar, sehingga antusiasme pembeli pun kian memudar, jika tidak bisa dikatakan hilang sama sekali. 

Tren pergeseran perilaku konsumen ini dapat menjadi peringatan besar bagi para pelaku usaha. Memahami keinginan membeli dan beradaptasi dengan dinamika pasar saat ini menjadi faktor kunci agar bisnis bisa terus berjalan dan berkembang. 

Apalagi, seiring dengan kemajuan teknologi, lokapasar (e-commerce) telah mengubah kebiasaan para pembeli secara signifikan. Lokapasar kian marak sejak pandemi COVID-19 karena pembeli kini dapat berbelanja tanpa harus keluar rumah, dan dimanjakan dengan berbagai diskon yang menggiurkan. 

Fenomena ini membuat pembeli semakin cerdas dalam membandingkan harga suatu produk dan mencari penawaran online.

Ambil contoh dinamika pasar di Singapura. Pengamat pasar melaporkan bahwa konsumen di negara itu semakin gemar mencari barang murah dan terampil memburu diskon. 

Mereka mencari produk yang mereka butuhkan dalam penawaran harga termurah, dengan membandingkan harga dan kualitas dari berbagai platform lokapasar, dan tidak lagi begitu bergantung pada promo di toko-toko offline.

Pembeli tampaknya jenuh dengan berbagai promo yang terlalu sering diadakan sepanjang tahun. (AP Photo/David Zalubowski)

PROMO BERLEBIHAN

Di era Pasca-pandemi Covid-19, pembeli tampaknya jenuh dengan berbagai promo yang terlalu sering diadakan sepanjang tahun: promo Tahun Baru di bulan Januari, promo Hari Valentine di bulan Februari, promo tanggal kembar di setiap bulan, Black Friday di bulan November, dan seterusnya.

Singapore Retailers Association bahkan melaporkan bahwa platform lokapasar seperti Shopee and Lazada selalu menggelar diskon setiap hari, dan terutama di tanggal kembar setiap bulan. 

Promo yang terlalu sering diadakan ini membuat pembeli tidak lagi antusias berbelanja menjelang musim liburan. 

Selain itu, promo berjualan dengan format siaran langsung (livestreaming) di China kini merupakan hal yang biasa dilakukan para pemilik toko setiap hari, tidak lagi menjadi sesuatu yang spesial. 

Selain promo yang tiada habisnya, pembeli juga semakin berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka, karena inflasi yang semakin meningkat. Indeks Kesejahteraan Keuangan OCBC melaporkan bahwa hanya 40 persen warga Singapura yang membelanjakan uangnya di luar kebutuhan pokok pada 2023. Angka ini menurun dari 48 persen pada tahun 2022.

PENGALAMAN UNIK DAN NILAI SOSIAL

Bagi banyak Gen Z dan milenial, berkunjung ke mal tidak semata-mata untuk berbelanja, melainkan untuk mencari pengalaman yang unik.

Gerai ritel seperti Muji, misalnya, kini menambahkan kafe untuk menyediakan ruang bagi pembeli untuk bersosialisasi, ketimbang hanya untuk memberi produk. 

Selain itu, banyak bisnis yang bekerja sama untuk menawarkan produk edisi terbatas kepada konsumen, demi menawarkan produk yang unik.

Selain itu, data YouGov pada tahun 2023 menunjukkan bahwa hampir separuh konsumen Asia Pasifik tertarik pada merek-merek yang memiliki kepedulian sosial. Konsumen akan membeli produk dari suatu merek yang menurut mereka mengusung nilai sosial yang selaras dengan mereka. 

Sehingga, perilaku konsumen menunjukkan prioritas yang berbeda. Di platform online, konsumen mencari produk dengan harga yang paling murah. Namun, di toko fisik, konsumen ini mencari pengalaman unik dari merek yang mengusung nilai sosial yang sejalan dengan pandangan mereka. 

PROMO MASIH EFEKTIF?

Menggelar promosi besar-besaran sepanjang tahun akan sulit menarik antusiasme pembeli, jika tidak digabungkan dengan berbagai strategi penjualan lainnya. Para pelaku usaha kini harus memutar otak untuk memberikan penawaran harga termurah sekaligus pengalaman unik kepada konsumen mereka. 

Entitas bisnis yang mencoba menggaet seluruh tipe pembeli dan hanya berfokus pada penawaran harga murah akan sulit bersaing dalam memenangkan hati calon pembeli. 

Riset pasar menunjukkan bahwa pelaku bisnis harus memikirkan kembali strategi promosi penjualan mereka untuk mempertahankan loyalitas dan preferensi konsumen.

Artikel ini pertama kalinya muncul dalam TODAY dan ditulis oleh Mário Braz de Matos, salah satu pendiri dan mitra pengelola di Flying Fish Lab, sebuah konsultan manajemen.

Source: TODAY/ps(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement